Kamis, 13 Juni 2013

BAHASA JAWA TERGERUS OLEH MASA

Oleh : Alif Adibatul Latifah
Mahasiswa IAIN Walisongo Semarang

         "Wong Jowo Ora Jawani". Pernyataaan tersebut sekiranya tepat ditujukan untuk seseorang bersuku Jawa namun tidak mengetahui dan memhami segla sesuatu yng berhubungan dengan Jawa. Segala sesuatu yang berhubungan dengan Jawa itu sangat luas, meliputi bahasa, lagu, tarian, dan budaya yang lain. Namun di sini hal yang paling mencolok adalah mengenai bahasa. Karena bahasa merupakan alat komunikasi antara masyarakat satu dengan yang lain.
           Bahasa yang dimaksud adalah bahasa daerah. Masing-masing daerah memiliki karakter bahasa yang berbeda. Walaupun mereka tetap dalam koridor pulau Jawa atau bersuku Jawa, namun tiap daerah pastilah memiliki karakter dan kosakata bahasa yang berbeda. Seperti halnya bahasa orang Solo dan Malang, pastilah ada perbedaan bahasa Jawa dari keduanya.Hal tersebutlah yang menjadikan Indonesia kaya akan ragam bahasa. Dan sudah seharusnya bangsa Indonesia bangga akan semua itu. 
           Menurut para ahli bahasa, di Indonesia terdapat tiga belas bahasa daerah yang terbesar dengan kriteria penuturnya minimal berjumlah satu juta jiwa. Yakni salah satunya adalah bahasa Jawa yang memiliki sekitar 75.200.000 penutur. Namun demikian jumlah penutur tiap bahasa sangat bervariasi jumlahnya. Sebagaimana telah disebutkan bahwa bahasa Jawa merupakan salah satu bahasa daerah yang penuturnya paling banyak. Bahasa Jawa selaku bahasa daerah, memiliki kosakata dan tata tulis tersendiri.
           Bahasa Jawa sebagai alat komunikasi merupakan bagian tau alat unsur kebudayan. Sesuai dengan arti  kebudayaan yang selalu merupakan proses, yaitu proses dari keberadaan dan aktivitas masyarakat. Maka bahasa pun juga mengalami suatu proses dalam  perjalanannya. Dalam melaksanakan fungsinya sebagai media komunikasi, bahasa Jawa mengalami berbagai kendala. Kendala tersebut salah satunya adalah mulai tidak difungsikannya bahasa Jawa oleh generasi muda.
       Generasi muda yang seharusnya bertugas sebagai penerus untuk selalu menjaga dan melestarikan budaya Indonesia termasuk bahasa, justru mulai meninggalkan identitas suatu bangsa. Mereka lebih memilih bahasa-bahasa keren atau biasa disebut dengan bahasa gaul.
           Selain itu hadirnya bahasa asing membuat bahasa daerah atau lokal semkin terpinggirkan. Bahasa-Bahasa asing yang dianggap lebih memiliki nilai jual semakin dikembangkan dan dilestarikan dibandingkan bahasa daerah sendiri, terlebih bahasa Jawa. hal tersebut menjadikan persaingan antara bahasa daerah dan bahasa asing semakin ketat. Namun agaknya sekarang bahasa daerah telah kalah bersaing dengan bahasa asing. Semua itu dapat dilihat dari banyaknya peminat bahasa asing, sedangkan peminat bahasa Jawa sangatlah rendah. Dan itulah yang menjadikan bahasa Jawa semakin punah dan tidak dilestarikan.
           Bahasa daerah tetap harus dilestarikan sebagai wujud komitmen dari suatu bangsa. Bangsa dengan segala kebudayaan yang terdapat dalam suatu negara tidak akan pernah terpisah. Itu karena adanya suatu budaya tidak akan terleps dari bangsa yang mewujudkan dan melestarikannya. Walaupun generasi muda bukanlah pewujud dari kebudayaan tersebut, tapi, mereka tetap harus melestarikannya sebagai kewajiban suatu bangsa.
           Hal tersebut dapat dilakukan mulai dari menerapkan pendidikan berbahasa Jawa kepada anak-nak. Pendidikan tersebut dapat dimulai dari lingkungan keluarga dan berkelanjutan di sekolah. Dengan demikian akan tercipta pembentukan karakter pada anak-anak akan rasa memiliki dan memberikan kesadaran untuk tetap melestarikan bahasa Jawa. Namun tidak hanya sampai disitu, karena ketika dewasa mereka akan dihadapkan dengan arus globalisasi dan itulah yang akhirnya membuat karakter yang telah terbentuk itu dapat hilang. karena itulah tidak hanya lingkungan sekitar saja yang berperan untuk mewujudkan pelestarian bahasa Jawa, pemerintah juga memiliki peran yang sangat penting dalam hal ini, mengingat pemerintah jug mengemban tugas dalam pelestarin budaya bangsa.
           Bahasa daerah bukan hanya suatu bahasa sebagi alat komunikasi antar masyarakat saja. Namun ada banyak hal yang dapat diambil sebagai pembelajaran dalam bahasa daerah. Contoh mudahnya saja bahasa Jawa. Dalam bahasa Jawa terdapat berbagai jenis bahasa seperti ngoko, kromo madya, kromo inggil. Masing-masing jenis bahasa tersebut terdapat tingkatan-tingkatan yang membedakan penutur dari bahasa tersebut. Membedakan dalam hal ini adalah kepada siapa penutur berbicara dan apa jenis bahasa yang harus penutur gunakan. Contoh seorang anak yang harus menggunakan bahasa krama ketika berbicara dengan orang yang lebih tua daripada dia. Hal tersebut mengajarkan akan pentingnya nilai kesopanan dan menghargai orang yang lebih tua, salah satunya dalam hal menggunakan bahasa yang tepat.
           Sepintas memang masih banyak orang-orang yang menggunakan bahasa Jawa dalam komunikasi mereka sehari-hari. Namun di balik semua itu sesungguhnya bahasa Jawa sudah kehilangan sebuah nilai yang sangat berharga. Nilai yang seharusnya dijaga dan dijunjung tinggi oleh bangsa Indonesia terutama orang Jawa. Semua itu hilang karena hanya segelintir orang yang menyadari bahwa bahasa Jawa adalah sebuah harta bangsa yang harus dijaga dan dilestarikan. Kebanyakan dari mereka hanya memahami bahwa bahasa Jawa hanyalah sebuah komunikasi bukan suatu budaya. Karena itulah betapa mudahnya bahasa Jawa punah sehingga identitas orang Jawa juga tidak lagi nampak seiring dengan perkembangan zaman.
           Orang-orang yang masih menggunakan bahasa Jawa sebagai alt komunikasi sehri-hari, adalah mereka orang-orang desa yang masih minim terkena dampak dari globalisasi. Sedangkan orang Jawa yang berada di kota terlebih kota besar atau luar pulau Jawa, mereka lebih memilih memakai bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional untuk bahasa komunikasi sehari-hari. Tidak ada salahnya menggunakan bahasa Nasional karena lebih mudah untuk dipahami oleh orang-orang dari suku lain tapi, bukan berarti tidak bangga dan malu menggunakan bahasa daerah.
           Budaya dengan segala keanekaragamanya dapat menjadi sebuah identitas otentik  suatu bangsa. Suatu identits sangatlah penting untuk menunjukkan siapa kita. Karena itulah sudah seharusnya kita menjaga identitas tersebut dan tidak malu untuk menunjukkan kepada bangsa lain bahwa kita adalah bangsa Indonesia yang kaya akan budaya.

Rabu, 20 Maret 2013

Haid dan Problematika Wanita


Pengertian Haidl
Haidl, atau biasa disebut menstruasi, secara harfiah (lughot) mempunyai arti mengalir. Sedangkan menurut arti syar’i adalah darah yang keluar melalui alat kelamin wanita yang sudah mencapai usia minimal 9 tahun kurang dari 16 hari kurang sedikit (usia 8 tahun 11 bulan 14 hari lebih sedikit), dan keluar secara alami (tabiat perempuan) bukan disebabkan melahirkan atau suatu penyakit dalam rahim.
Dengan demikian darah yang keluar ketika wanita belum berumur 9 tahun kurang 16 hari kurang sedikit, atau disebabkan penyakit ataupun disebabkan melahirkan, tidak dinamakan darah haidl. [1]

Hukum Belajar Ilmu Haidl
Mengingat permasalahan haidl selalu bersentuhan dengan rutinitas ibadah setiap hari, maka seorang wanita dituntut untuk mengetahui hukum-hukum permasalahan yang dialaminya, agar ibadah yang ia lakukan sah dan benar menurut syara’. Untuk mengetahui hukum permasalahan tersebut, tidak ada jalan lain kecuali belajar. Sedangkan ketentuan hukum mempelajarinya adalah sebagai berikut: [2]
a.    Fardlu ‘Ain bagi wanita yang sudah baligh
b.    Fardlu kifayah bagi laki-laki
Catatan:
Bagi orang tua wajib memerintahkan anaknya, baik laki-laki atau perempuan, untuk melaksanakan sholat ketika sudah berumur 7 tahun, dan memukulnya sekira menjerakan, tatkala meninggalkan sholat ketika sudah genap umur 10 tahun. Di samping itu, juga wajib melarangnya dari segala perbuatan yang diharamkan dan memberi pelajaran tentang hal-hal yang diwajibkan baginya ketika sudah baligh, termasuk di dalamnya permasalahan haidl, nifas dan istihadloh. Ketika anak sudah baligh maka tanggung jawab orang tua sudah dianggap gugur dan beralih menjadi tanggung jawab anak itu sendiri. [3]

Tanda-Tanda Baligh
Seorang anak bisa dihukumi baligh apabila sudah memenuhi salah satu dari 4 (empat) tanda baligh di bawah ini: [4]
  1. Genap berumur 15 th Qomariyah atau Hijriyah bagi laki-laki maupun perempuan.
  2. Keluar sperma pada saat minimal usia 9 th. Hijriyah bagi laki-laki atau perempuan
  3. Haidl
  4. Hamil (melahirkan)
Catatan:
Yang dijadikan pijakan dalam penentuan umur baligh, usia minimal haidl dll adalah penanggalan hijriyah bukan Masehi. Maka dari itu sudah seharusnya bagi orang tua untuk membiasakan diri menggunakan penanggalan Hijriyah dalam menulis hari kelahiran bayi, bukan dengan penanggalan Masehi.

Batas Usia Wanita yang Mengalami Haidl

Batas usia minimal wanita mengalami haidl adalah 9 tahun Qomariah kurang 16 hari kurang sedikit (usia 8 tahun 11 bulan 14 hari lebih sedikit). Sehingga darah yang keluar sebelum usia tersebut tidak dinamakan darah haidl, akan tetapi dinamakan darah istihadhoh. Bila darah yang keluar, sebagian pada usia haidl dan yang sebagian sebelum usia haidl, maka darah yang dihukumi haidl hanyalah darah yang keluar pada usia haidl saja. Semisal ada wanita, usianya 9 tahun kurang 20 hari, mengeluarkan darah selama 10 hari, maka darah yang 4 hari awal lebih sedikit disebut darah istihadloh, sedangkan yang 6 hari akhir kurang sedikit disebut haidl. Sebab darah yang 6 hari kurang sedikit ini, keluar saat wanita tersebut sudah menginjak usia 9 tahun kurang 16 hari kurang sedikit, yakni usia minimal wanita mengeluarkan haidl. [5]


Contoh tabel wanita yang mengeluarkan darah disaat usia menginjak remaja:

N0
Usia Saat Keluar darah
Lama keluar darah
Hukum perincian darah
1
8 th. 11 bln. 14 hari lebih sedikit
12 hari
Semua haidl
2
8 th. 11 bln. 10 hari
10 hari
4 hari lebih sedikit istihadhoh, 6 hari kurang sedikit haidl
3
8 th. 11 bln. 5 hari
15 hari
9 hari lebih sedikit istihadhoh, 6 hari kurang sedikit haidl
4
8 th.
5 hari
Semua istihadhoh
5
9 th.
10 hari
Semua haidl

Umumnya wanita mengalami haidl pada umur 12-14 th. Dan dalam permasalahan usia haidl tidak ada batas maksimalnya. Sedangkan wanita yang sudah tidak mengalami haidl (menopause) umumnya berumur 62 th. 1

Ketentuan Darah Haidl
Batas minimal haidl adalah sehari semalam (24 jam), dan paling lamanya haidl adalah 15 hari 15 malam. Sedangkan batas minimal masa suci pemisah antara haidl satu dengan berikutnya adalah 15 hari 15 malam. Kebiasaan masa suci selalu seirama dengan masa haidl yang di alami. Jika seorang wanita menjalani masa haidl hanya sehari semalam, maka kebiasaan masa sucinya 29 hari. Jika masa haidlnya 6 atau 7 hari, maka kebiasaan masa sucinya selama 34 atau 23 hari dan seterusnya. [6]
Dari ungkapan “kebiasaan“ diatas bisa diambil pengertian bahwa tidak menutup kemungkinan ada seorang wanita menjalani masa haidl selama 1 hari dan masa suci selama 15 hari. Jika setelah itu dia mengeluarkan darah lagi, maka darah tersebut juga di hukumi haidl dengan memandang tolak ukur masa minimal haidl dan minimal masa suci pemisah.
Setiap darah yang keluar pada usia haidl, selama minimal 24 jam dan tidak melebihi 15 hari 15 malam, secara mutlaq dihukumi darah haidl, baik baru pertama kali haidl atupun sudah pernah haidl dan suci, baik sama dengan kebiasaan haidl sebelumnya atau tidak, darah berupa satu warna atau bermacam-macam warna, keluarnya terus menerus ataupun terputus-putus asalkan masih dalam lingkup 15 hari 15 malam dari permulaan keluarnya darah.
Contoh: Seorang wanita mengeluarkan darah 5 hari hitam, 3 hari merah dan 3 hari kuning, maka seluruh darah dihukumi haidl, sebab keluarnya darah sudah mencapai 24 jam lebih dan tidak melebihi 15 hari 15 malam.
Apabila darah keluar secara terputus-putus dan jarak pemisahnya tidak melebihi 15 hari 15 malam, maka ketentuan hukumnya diperinci sebagai berikut: [7]
a.      Jika semua darah yang keluar masih dalam lingkup 15 hari 15 malam dari permulaan keluar darah, maka semuanya dihukumi haidl, termasuk masa terputusnya darah. [8]
Contoh: 5 hari keluar darah, 3 hari berhenti dan 4 hari keluar darah, maka semuanya dihukumi haidl termasuk masa tidak keluar darah.
b.      Jika darah kedua diluar 15 hari 15 malam dari permulaan keluarnya darah dan masa pemisah dijumlah dengan darah pertama tidak melebihi 15 hari 15 malam, maka darah pertama dihukumi haidl dan darah kedua dihukumi darah fasad.
Contoh: 3 hari keluar darah, 12 hari berhenti dan 3 hari keluar darah, maka 3 hari awal disebut darah haidl, 12 hari disebut masa pemisah dan tiga hari akhir disebut darah fasad.
Apabila masa pemisah dijumlah dengan darah kedua melebihi 15 hari 15 malam, maka darah pertama dihukumi darah haidl dan darah kedua yang digunakan menyempurnakan masa suci pemisah 15 hari 15 malam, dihukumi darah fasad. Sedangkan sisa darah kedua yang dipergunakan untuk menyempurnakan masa suci pemisah (15 hari 15 malam), dihukumi darah haidl yang kedua apabila sisa darah kedua tersebut tidak melebihi 15 hari 15 malam.
Contoh: 3 hari keluar darah, 13 hari berhenti dan 8 hari keluar darah, maka 3 hari awal dihukumi darah haidl, 13 hari disebut masa pemisah, 2 hari dari darah kedua dihukumi darah fasad (untuk menyempurnakan masa suci pemisah 15 hari 15 malam). Sedangkan sisanya (6 hari) dihukumi haidl yang kedua.
Jika sisa darah kedua tersebut melebihi 15 hari 15 malam, maka darah pertama dihukumi haidl dan darah kedua yang digunakan menyempurnakan masa suci pemisah 15 hari 15 malam, dihukumi darah fasad. Sedangkan sisa darah kedua tersebut dihukumi istihadhoh dan perincian hukumnya disesuaikan dengan pembangian mustahadhoh.
Contoh: Keluar darah pertama 10 hari, berhenti selama 10 hari, keluar darah yang kedua 25 hari. Maka, 10 hari yang pertama dihukumi haidl, 10 hari saat tidak keluar darah ditambah 5 hari saat keluar darah yang kedua (sebagai penyempurna 15 hari minimal suci yang memisahkan antara dua haidl), dihukumi masa suci. Sedangkan satu hari setelah itu dihukumi haidl yang kedua, dan sisanya dihukumi darah istihadloh, bila Mubtadiah ghoiru mumayyizah, dan disesuaikan kebiasaanyanya bila mu’tadah ghoiru mumayyizah.
c.      Apabila darah kedua yang keluar sebagian masih dalam lingkup 15 hari 15 malam dari permulaan keluarnya darah pertama dan yang sebagian diluar 15 hari 15 malam dari permulaan keluarnya darah pertama  (sebagian darah kedua menerjang hari ke-15 dari permulaan keluarnya darah pertama), maka hal ini termasuk istihadhoh. Sedangkan perincian hukumnya disesuaikan dengan pembagian mustahdhoh.[9]
Contoh: 5 hari keluar darah petama, 7 hari berhenti, 8 hari keluar darah kedua, maka contoh semacam ini termasuk mustahdhoh dan perincian hukumnya disesuaikan dengan pembagian mustahdhoh.

Hal-Hal yang Harus Dilakukan Saat Datang dan Berhentinya Haidl.
Apabila wanita yang telah memasuki usia haidl mengeluarkan darah, maka wanita tersebut harus berhenti melakukan aktifitas yang dilarang bagi wanita yang sedang mengalami masa haidl, baik wanita tersebut sudah pernah mengeluarkan darah haidl atau belum, baik darah yang keluar telah mencapai 24 jam atau belum. Jika darahnya terhenti, maka wanita tersebut diwajibkan melakukan aktifitas yang diwajibkan bagi orang suci (baik terhentinya setelah darah yang keluar mencapai 24 jam atau belum). Namun jika darah tersebut terhenti sebelum keluarnya mencapai 24 jam (batas minimal haid), maka untuk bersuci dia cukup untuk berwudlu saja. Berbeda jika masa keluar darahnya mencapai 24 jam, maka untuk bersuci wanita tersebut wajib mandi. Jika belum genap 15 hari (dihitung dari awal mengeluarkan darah dan terputusnya) mengeluarkan darah lagi, maka wanita tersebut harus berhenti melakukan aktifitas yang dilarang bagi orang yang haidl. Dengan kata lain setiap wanita yang mengeluarkan darah harus berhenti melakukan segala aktifitas yang dilarang bagi orang yang sedang haidl walupun darah tersebut belum tentu dihukumi haidl. Demikian pula ketika berhenti mengeluarkan darah, wanita tersebut harus melakukan aktifitas yang diwajibkan bagi orang yang suci walaupun dimungkinkan setelah berhenti sebelum mencapai 15 hari masih mengeluarkan darah lagi. Jika memang masa berhentinya kurang dari 15 hari lalu mengeluarkan darah lagi, maka menurut pendapat yang bisa dijadikan pegangan, aktifitas yang dilakukan seperti sholat, puasa dan lain-lain pada saat darah terhenti dihukumi tidak sah. Sedangkan menurut sebagian pendapat, tetap dihukumi sah, karena pada kenyataannya tidak mengeluarkan darah sehingga wanita tersebut dianggap dalam masa suci. Jika darahnya keluar tanpa henti sampai lebih dari 15 hari, maka wanita tersebut dihukumi sedang istihadloh. [10]
Catatan:
Darah dihukumi berhenti bila seandainya diusap dengan cara mamasukkan semisal kapuk, sudah tidak ada cairan yang sesuai dengan sifat dan warna darah (hanya berupa cairan bening)[11]. Namun bila masih ada cairan yang berwarna keruh dan kuning, terjadi perbedaan diantara ulama. Ada yang mengatakan masih dihukumi darah haidl (qoul yang kuat), karena menganggap masih berwarna darah, disamping memandang hukum asal bahwa cairan itu keluar pada masa imkan haidl. Ada yang berpendapat bukan darah haidl, karena menganggap cairan itu tidak berwarna darah.[12]

Istihadloh
Sebelum lebih lanjut kita membicarakan masalah ini, maka yang perlu diperhatikan terlebih dahulu adalah mengetahui sedetail mungkin tentang sifat kuat dan lemahnya darah.
Kuat atau lemahnya darah bisa dipengaruhi oleh: [13]
       1.    Warna, yang urutan kuatnya dimulai dari hitam, merah, merah kekuning-kuningan, kuning dan yang terakhir keruh.
       2.    Darah yang kental lebih kuat dibanding dengan yang cair.
       3.    Darah yang bau lebih kuat dibanding dengan yang tidak berbau.
Jika sebagian darah mempunyai ciri-ciri yang menyebabkan darah tersebut kuat, sementara sebagian yang lain mempunyai ciri-ciri yang menyebabkan kuat pula, maka yang dianggap kuat adalah darah yang lebih banyak memiliki faktor yang dianggap lebih kuat.
Contoh :
-          Darah hitam, kental dan berbau dianggap lebih kuat dibanding dengan darah hitam, kental dan tidak berbau dan juga lebih kuat dibanding dengan darah hitam, cair dan berbau dengan perbandingan 3 dan 2.
-          Darah merah, kental dan berbau lebih kuat dibanding dengan darah hitam, cair dan tidak berbau dengan perbandingan 2 dan 1.
Apabila kedua darah tersebut mempunyai ciri yang seimbang maka, yang dihukumi darah kuat adalah darah yang pertama kali keluar.
Contoh :
Darah pertama keluar; merah, kental dan berbau disusul dengan darah hitam, kental dan tidak berbau atau hitam, cair dan berbau. Maka, yang dihukumi darah kuat adalah darah yang pertama.
Definisi istihadloh menurut para ahli fiqh adalah darah yang keluar dari alat kelamin seorang wanita yang tidak sesuai ketentuan darah haidl dan nifas. Abi Ishaq Al-Syairozi dalam kitab Al-Muhadzab menegasakan, apabila darah yang keluar dari alat kelamin seorang wanita melebihi batas 15 hari, maka haidl wanita tersebut telah bercampur dengan istihadloh dan identitas yang disandang wanita seperti ini tidak lepas dari :

1. Mubtadiah Mumayyizah

Yaitu wanita yang baru pertama kali mengalami haidl dan darah yang keluar melebihi batas maksimal haidl (15 hari 15 malam), serta darah yang keluar dapat dibedakan antara yang kuat dan lemah. Bagi wanita yang demikian ini, darah yang dihukumi haidl adalah yang kuat meskipun darah tersebut keluarnya lebih akhir, dengan syarat :
            1.           Darah kuat tidak kurang dari sehari semalam (24 jam).
            2.           Darah kuat tidak melebihi 15 hari 15 malam.
            3.           Darah lemah tidak kurang dari 15 hari 15 malam dan keluar secara terus-menerus. [14]
Syarat yang ketiga ini diberlakukan jika ada darah kuat yang sama dengan darah pertama keluar lagi dan darah keluar minimal 30 hari, sebab syarat ini hanya untuk menentukan darah kuat yang kedua dihukumi darah haidl  (bukan untuk menentukan haidl terhadap darah kuat pertama) dan masa keluar darah lemah dihukumi sebagai pemisah diantara dua haidl.
Sedangkan jika tidak ada darah kuat kedua maka syarat ketiga ini tidak diberlakukan (wanita seperti ini masih dihukumi mumaiyyizah dengan hanya membutuhkan syarat ke-1 dan 2). [15]
Contoh: 1
Seorang wanita yang belum pernah haidl mengeluarkan darah sbb:
Darah kuat                      :   5 hari
Darah lemah                  : 25 hari
Maka 5 hari dihukumi darah haidl, dan 25 hari istihadloh.
Contoh: 2
Darah kuat                      :  3 hari
Darah lemah                  : 16 hari
Darah kuat                      :   7 hari
Maka darah kuat pertama (3 hari) dan darah kuat kedua (7 hari) dihukumi haidl dan 16 hari darah lemah dihukumi istihadhoh.
Contoh: 3
Darah kuat                      : 10 hari
Darah lemah                  : 10 hari
Maka 10 hari darah kuat dihukumi haidl, 10 hari darah lemah dihukumi istihadhoh.
Selanjutnya bila 3 syarat di atas tidak terpenuhi, maka ia termasuk dalam katagori Mubtadi’ah Ghoiru Mumayyizah  yang akan dijelaskan nanti.
Langkah yang harus dilakukan oleh Mubtadiah Mumayyizah pada bulan pertama adalah tidak mandi (besar) terlebih dahulu sampai 15 hari dan setelah itu dia berkewajiban mengqodlo’ sholat yang ditinggalkan saat mengeluarkan darah lemah. Untuk bulan kedua dan seterusnya dia tidak perlu lagi menunggu sampai 15 hari, namun wajib mandi di saat ia telah melihat perpindahan darah dari kuat ke darah lemah[16]

2. Mubtadiah Ghoiru Mumayyizah

Yaitu wanita yang baru pertama kali mengalami haidl. Dan darah yang keluar melebihi batas maksimal haidl (15 hari 15 malam) dalam satu warna, atau lebih dari satu warna namun darah yang keluar tidak memenuhi kriteria yang ada pada Mubtadiah Mumayyizah. Haidl wanita seperti ini hanyalah sehari semalam dan masa sucinya selama 29 hari untuk tiap bulannya kalau memang dia ingat betul kapan ia mulai mengeluarkan darah. Apabila tidak ingat, maka dia tergolong Mustahadloh Mutahayyiroh. [17]
Contoh :
a.    Seorang wanita mengeluarkan darah yang sifatnya sama satu bulan penuh, maka yang dihukumi haidl 1 hari 1 malam.
b.    Seorang wanita mengeluarkan darah kuat selama 16 hari, kemudian darah lemah, maka yang dihukumi haidl adalah 1 hari 1 malam.
c.    Seorang wanita mengeluarkan darah kuat selama 1 hari kemudian darah lemah selama 1 hari demikian terus bergantian selama satu bulan, maka yang dihukumi haidl hanya 1 hari 1 malam dan darah selanjutnya dihukumi istihadhoh, karena darah lemah tidak keluar selama 15 hari 15 malam secara terus menerus.     
Langkah yang harus dilakukan oleh Mubtadiah Ghoiru Mumayyizah pada bulan pertama sama dengan apa yang dilakukan oleh Mubtadiah Mumayyizah, hanya saja dia wajib mengqodlo’ sholat selama 14 hari yang wajib ditinggalkannya untuk bulan pertama, setelah itu pada bulan kedua dan seterusnya dia wajib mandi setelah darah yang keluar mencapai 1 hari 1 malam dan wajib menjalankan segala aktifitas ibadahnya. [18]

3. Mu’tadah Mumayyizah

Yaitu wanita yang sudah pernah haidl dan suci, dan mengeluarkan darah melebihi batas maksimal haidl (15 hari 15 malam). Serta darah yang keluar dapat dibedakan antara yang kuat dan lemah dan memenuhi syarat-syarat mubtadi’ah Mumayyizah .
Mengenai hukumnya adalah sebagaimana Mubtadi’ah mumayyizah. Yaitu darah kuat dihukumi haidl dan darah lemah dihukumi istihadloh, Kecuali jika diantara keluarnya darah yang kuat dan lemah dipisah oleh Aqolluttuhri  (masa minimal suci/15 hari), maka darah lemah yang jumlahnya sama dengan kebiasaan haidlnya, serta darah kuat yang keluar setelahnya dihukumi haidl. Dan darah lemah ditengahnya dihukumi istihadloh. [19]
Contoh: 1
Seorang wanita kebiasaan haidlnya 5 hari kemudian mengeluarkan darah selama 27 hari, dengan perincian:
Darah kuat          : 12 hari
Darah lemah      : 15 hari
Maka haidlnya adalah 12 hari, dan 15 hari dihukumi istihadloh.
Contoh: 2
Seorang wanita yang kebiasaan haidlnya 3 hari, mengeluarkan darah selama 21 hari, dengan perincian:
Darah lemah      : 19 hari
Darah kuat                      : 2 hari
Maka haidlnya adalah 3 hari pertama, sesuai adatnya, dan 2 hari terakhir. Karena darah 2 hari itu, keluar setelah darah lemah melewati masa aqollu thuhri (15 hari 15 malam). sedangkan darah 16 hari ditengah tengah, dihukumi istihadloh.
Langkah yang harus dilakukan oleh Mu’tadah Mumayyizah pada bulan pertama dan bulan bulan selanjutnya sama dengan Mubtadi’ah Mumayyizah.

4. Mu`tadah Ghoiru Mumayyizah Dzakiroh Li` Adatiha Qodron Wa waktan.
Yaitu wanita yang sudah pernah mengalami haidl, dan darah yang keluar melebihi batas maksimal haidl (15 hari 15 malam) dalam satu warna, atau lebih dari satu warna namun darah yang keluar tidak memenuhi kriteria yang ada pada Mubtadiah Mumayyizah, serta dia masih ingat betul mulai dan sampai kapan kebiasaan haidl yang ia jalani. Untuk Mu`tadah Ghoiru Mumayyizah Dzakiroh Li` Adatiha Qodron Wa Waktan yang dijadikan pedoman dalam menentukan haidl dan sucinya adalah kebiasaan haidl dan suci yang telah dialaminya, jika kebiasaan haidlnya tidak berubah-rubah. [20]
Contoh:
Kebiasaan haidl seorang wanita 5 hari diawal bulan dan masa sucinya selama 25 hari. Kemudian dia mengeluarkan darah Istihadloh yang tidak bisa dipilah antara yang kuat dan yang lemah, atau bisa dipilah akan tetapi darah tersebut tidak memenuhi ketentuan-ketentuan yang ada pada Mubtadiah Mumayyizah, maka untuk wanita seperti ini yang dihukumi haidl adalah darah yang keluar 5 hari pertama.
Apabila adat haidlnya berubah-ubah maka dia harus memperhatikan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
a. Jika perubahan adat haidlnya berjalan runtut secara teratur selama minimal dua kali putaran dan dia ingat betul lamanya masa perputaran adat haidlnya, maka haidlnya disesuaikan dengan masa putaran yang terjadi pada saat itu. [21]
Contoh:
Pada bulan pertama seorang wanita mengeluarkan darah haidl 3 hari, bulan kedua 5 hari, bulan ketiga 7 hari, bulan keempat 3 hari, bulan kelima 5 hari, bulan keenam 7 hari, kemudian pada bulan yang ketujuh dan seterusnya dia mengalami Istihadloh, maka haidl pada bulan ketujuh selama 3 hari, bulan kedelapan 5 hari dan bulan kesembilan 7 hari.
b. Jika adat haidlnya sampai dua putaran namun tidak teratur atau teratur namun tidak sampai dua putaran dan dia masih ingat lamanya masa haidl terakhir yang dia alami sebelum  Istihadloh, maka haidlnya disesuaikan dengan masa haidl terakhir tersebut. [22]
Contoh:1
Pada bulan pertama seorang wanita mengeluarkan darah haidl selama 3 hari, bulan kedua 5 hari, bulan ketiga 7 hari dan pada bulan keempat 7 hari. Kemudian pada bulan kelima haidlnya 3 hari, bulan keenam 5 hari dan pada bulan ketujuh dia mengalami Istihadloh, maka haidlnya untuk bulan ketujuh dan bulan-bulan seterusnya, (selama masih mengalami Istihadloh) adalah 5 hari.
Contoh: 2
Bulan pertama seorang wanita mengeluarkan darah haidl selama 3 hari, bulan kedua 5 hari, bulan ketiga 7 hari dan pada bulan keempat dia mengalamii Istihadloh, maka haidlnya untuk bulan keempat ini dan selanjutnya ( selama masih mengalami Istihadloh ), adalah 7 hari.
c. Jika adat haidlnya runtut secara teratur dalam satu putaran atau dua putaran, namun lupa adat putaran haidl dan masa haidl yang terakhir sebelum  istihadloh, namun ia masih ingat jumlah bilangan haidl sebelumnya maka dia harus melakukan sebagaimana contoh dibawah ini:
Seorang wanita pada bulan pertama mengeluarkan darah haidl selama 7 hari, bulan kedua 5 hari, bulan ketiga 3 hari, bulan keempat 7 hari dan bulan kelima 5 hari. Kemudian dia mengalami Istihadloh dan tidak ingat betul berapa lamanya masa haidl yang dialaminya pada bulan pertama dan seterusnya namun dia ingat jumlah haidlnya. Maka dia harus mandi (besar) dalam satu bulan tiga kali yaitu, diakhir hari ketiga, diakhir hari kelima dan diakhir hari ketujuh. Dalam masa yang memisahkan antara mandi pertama dan kedua, dan ketiga dia dihukumi Mutahayyiroh yang berarti dia harus berhati-hati dengan tetap melakukan sholat dan lainya seperti ketika dalam keadaan suci dan dia tidak boleh melakukan senggama serta membaca al-qur-an (selain bacaan untuk sholat) seperti layaknya sedang haidl. 1
e. Jika adat haidlnya tidak runtut secara teratur, atau teratur (dalam satu putaran atau dua putaran) namun dia lupa berapa lama masa haidl terakhir yang dialaminya sebelum Istihadloh dan jumlah bilangan haidl sebelumnya. Semisal, pada bulan pertama dia mengeluarkan darah haidl selama 3 hari, bulan kedua 5 hari, bulan ketiga 7 hari dan bulan keempat 7 hari. Kemudian pada bulan kelima 3 hari (sebagaimana semula), bulan keenam 5 hari, dan bulan ketujuh dia mengalami Istihadloh serta dia tidak tahu persis berapa jumlah bilangan haidl sebelumnya dan berapa lama masa haidl terakhir sebelum Istihadloh, maka dihukumi Mutahayyiroh.

5. Mu`tadah Ghoiru Mumayyizah Nasiyah Li`Adatiha Qodron Wa Waqtan.
Yaitu wanita yang sudah pernah haidl, darah yang keluar melebihi batas maksimal haidl (15 hari 15 malam), dalam satu warna atau lebih dari satu warna, namun darah yang keluar tidak memenuhi kriteria yang ada pada Mubtadiah Mumayyizah serta ia lupa mulai dan sampai kapan masa haidl yang pernah dialaminya. Mustahadloh ini juga dikenal dengan mutahayyiroh/ muhayyaroh / muhayyiroh. Maksudnya ia dalam keadaan kebingungan. Sebab hari-hari yang ia lalui mungkin haidl dan mungkin suci. Sehingga ia dihukumi sebagaimana orang haidl dalam masalah-masalah sebagai berikut: [23]
Haram baginya untuk:   
        1.       Bersentuhan kulit dengan suaminya pada anggota yang berada di antara pusar dan lutut.
        2.       Membaca Al-Qur’an diluar sholat.
        3.       Menyentuh Al-Qur’an.
        4.       Membawa Al-Qur’an.
        5.       Berdiam di dalam masjid selain untuk ibadah yang tidak dapat dikerjakan di luar masjid.
        6.       Lewat masjid jika khawatir darahnya akan menetes di masjid.
Dan dia dihukumi sebagaimana orang yang suci, dalam masalah:
        1.       Sholat, baik fardlu atau sunah.
        2.       Thowaf, baik fardlu atau sunah
        3.       Berpuasa, baik fardlu atau sunah.
        4.       I’tikaf.
        5.       Tholaq (dicerai).
        6.       Mandi.
Selanjutnya apabila dia tidak ingat sama sekali kapan mulai berhentinya waktu haidl yang pernah dialaminya, maka disaat hendak melakukan sholat dia harus mandi terlebih dahulu. Jika dia masih ingat semisal, waktu berhentinya haidl yang pernah dialaminya tepat disaat matahari terbenam, maka dia hanya berkewajiban mandi pada waktu matahari terbenam saja.
Adapun cara melaksanakan puasa Romadhon adalah disamping berkewajiban melakukan puasa satu bulan penuh dibulan romadlon (29/30 hari), dia juga berkewajiban lagi melaksanakan puasa selama satu bulan penuh (30 hari), Dengan cara puasa tersebut, dapat diantisipasi segala kemungkinan yang terjadi padanya yaitu:[24]
Mungkin saja dia sebenarnya haidl 15 hari 15 malam (batas maksimal haidl), sehingga semisal Romadlon 29 hari, puasa yang sah adalah 13 hari, sebab seumpama haidlnya mulai tanggal 1 siang, haidl terebut akan berakhir pada tanggal 16 siang. Dan seumpama haidlnya mulai tanggal 2, maka akan berakhir tanggal 17, dan seterusnya. Sehingga puasa yang sah tetap 13 hari. Jadi sama halnya, 29 dikurangi 16 hari = 13 hari, puasa yang 13 hari ini, sah secara yaqin. Bila Romadlon berumur 30 hari maka sama halnya: 30 dikurangi 16 hari = 14 hari, puasa yang 14 hari ini, sah secara yaqin.
Dari tata cara puasa tersebut, ia masih mempunyai hutang puasa 2 hari, baik usia romadlon 29 ataupun 30 hari. Dengan kalkulasi sebagai berikut: 
Jika usia Romadlon 29 hari, maka 13 (29-16) + 14 (30-16) = 27.
Jika usia Romadlon 30 hari, maka 14 (30-16) + 14 (30-16) = 28.
Sedangkan cara mengqodloi puasa dua hari tersebut adalah dengan melakukan puasa 3 hari berturut-turut kemudian berhenti (tidak puasa) selama 12 hari berturut-turut. Setelah itu puasa lagi 3 hari berturut-turut. [25]
Seandainya wanita semacam ini mempunyai hutang puasa satu hari, maka cara mengqodho’inya adalah dengan puasa 1 hari, berhenti (tidak puasa) 1 hari, kemudian berhenti lagi 13 hari, dan puasa lagi 1 hari (tepatnya pada hari ke-17 dari puasa pertama).

6. Mu`tadah Ghoiru Mumayyizah Dzakiroh Li`Adatiha Qodron  La Waqtan.
Yaitu wanita yang sudah pernah mengalami haidl, darah yang keluar melebihi batas maksimal haidl (15 hari 15 malam), dalam satu warna atau lebih dari satu warna, namun darah yang keluar tidak memenuhi kriteria yang ada pada Mubtadiah Mumayyizah serta dia hanya ingat kebiasaan lamanya masa haidl yang dialaminya akan tetapi dia lupa kapan mulainya.
Langkah yang harus dilakukan oleh Mustahadloh semacam ini adalah pada waktu yang diyakini haidl, dia harus menjahui hal-hal yang menjadi larangan untuk wanita yang sedang haidl, dan pada waktu yang diyakini suci dia boleh melakukan hal-hal yang diperbolehkan bagi wanita yang dalam keadan suci. Sedangkan pada waktu yang masih dimungkinkan suci atau haidl dia dihukumi seperti wanita Mutahayyiroh. 1
Contoh :
Dia ingat bahwa haidl dialaminya selama 5 hari dalam 10 hari pertama. Hanya saja dia sama sekali tidak ingat mulai tanggal berapa dia mengalami haidl. Yang masih diingat adalah pada tanggal satu dia masih dalam keadaan suci. Maka tanggal satu tersebut dihukumi yakin suci, kemudian pada tanggal dua sampai lima adalah masa yang dimungkinkan suci dan haidl, selanjutnya pada tanggal enam diyakini haidl. Untuk tanggal tujuh sampai sepuluh adalah masa yang mungkin haidl dan suci dan pada tanggal sebelas sampai akhir bulan dihukumi yakin suci.

7. Mu`tadah Ghoiru Mumayyizah Dzakiroh Li Adatiha Waqtan La Qodron.
Yaitu wanita yang sudah pernah mengalami haidl darah yang keluar melebihi batas maksimal haidl (15 hari 15 malam) dalam satu warna atau lebih dari satu warna, namun darah yang keluar tidak memenuhi kriteria yang ada pada Mubtadiah Mumayyizah serta dia hanya ingat waktu mulai kapan dia mengalami haidl dan tidak ingat sampai kapan kebiasaan haidl yang dialaminya berhenti.
Langkah yang harus dilakukan oleh Mustahadloh semacam ini sama dengan Mu`tadah Ghoiru Mumayyizah Dzakiroh Qodron La Waqtan
Contoh:
Dia ingat bila pada tanggal 1 mulai mengalami haidl, akan tetapi dia tidak ingat sampai kapan haidl tersebut berhenti. Maka yang dihukumi yakin haidl adalah pada tanggal 1 tersebut dan tanggal 2 sampai 15 adalah masa mungkin untuk haidl dan suci. Pada tanggal 1 yang berupa masa yang diyakini haidl, dia harus menjauhi hal-hal yang menjadi larangan bagi wanita haidl. Sedangkan dimasa yang mungkin terjadi haid dan suci (tanggal 2 sampai 15) dia dihukumi sebagaimana wanita Mutahayyiroh yang berarti dia harus berhati-hati sebagaimana diatas. Adapun untuk tanggal 16 sampai akhir bulan dia dihukumi yakin suci.

Nifas
Darah nifas adalah darah yang keluar setelah melahirkan walaupun sedikit dengan syarat antara melahirkan dan mengeluarkan darah tersebut tidak dipisah oleh masa 15 hari 15 malam. Oleh karena itu, jika ada wanita sehabis melahirkan, mengeluarkan darah setelah 15 hari 15 malam dari kelahiran, maka wanita tersebut dihukumi tidak mengalami nifas sama sekali. Adapun darah tersebut bisa dikategorikan darah haid bila memenuhi ketentuan-ketentuan haidl.[26]
Minimalnya masa nifas adalah sebentar walaupun sekejap, pada umumnya 40 hari 40 malam dan maksimalnya 60 hari 60 malam. Penghitungan maksimal masa nifas (60 hari 60 malam), dihitung mulai dari keluarnya seluruh anggota tubuh bayi dari rahim (sempurnanya melahirkan). Sedangkan hukum-hkum yang berkaitan dengan nifas beraku mulai dari keluarnya darah, dengan syarat darah tersebut keluar sebelum 15 hari dari kelahiran bayi.
Darah yang keluar dari alat kelamin seorang wanita setelah melahirkan selama masih dalam lingkup 60 hari, disebut darah nifas baik terus manerus atau terputus-putus dengan catatan, bila terputusnya tidak sampai 15 hari 15 malam. Jika terputusnya mencapai 15 hari 15 malam, baik antara melahirkan dengan keluarnya darah atau antara keluarnya darah yang pertama dengan darah yang kedua dan seterusnya, maka darah yang keluar setelah terputus 15 hari 15 malam tidak disebut darah nifas, akan tetapi disebut darah haidl kalau memang memenuhi ketentuan-ketentuan darah haidl.
Contoh:
Ä         Ada seorang wanita yang setelah melahirkan mengeluarkan darah selama 5 hari, kemudian terputus selama 10 hari, setelah itu mengeluarkan darah lagi selama 5 hari dan terputus lagi selama 10 hari. Demikian seterusnya sampai 60 hari. Maka semua darah yang keluar disebut dengan nifas.
Ä Ada seorang wanita yang setelah melahirkan mengeluarkan darah selama 5 hari dan terputus selama 15 hari. Kemudian mengeluarkan darah lagi selama 10 hari. Maka darah yang keluar selama 5 hari pertama  disebut nifas, sedangkan yang keluar selama 10 hari kedua disebut darah haidl.
Adapun masa terputus yang mencapai 15 hari disebut masa suci yang memisahkan antara nifas dan haidl, sedangkan masa terputus yang belum mencapai 15 hari dihukumi nifas menurut pendapat yang bisa dijadikan pedoman. Sehingga jika wanita tersebut melaksanakan puasa atau sholat pada saat terputusnya darah tersebut, maka dianggap tidak sah dan wajib mengqodlo` puasa yang telah ia laksanakan pada saat itu. Sedang untuk sholatnya tidak wajib diqodlo`.

Keputihan dan Cairan yang keluar dari Vagina

Keputihan adalah getah atau cairan yang keluar dari vagina, yang ditimbulkan infeksi jamur. Dalam ilmu kedokteran disebut jamur Candida. Kehangatan dan kelembaban vagina, merupakan lingkungan yang ideal untuk tumbuhnya jamur. Getah atau cairan yang ditimbulkan keputihan berwarna putih, kental, keruh dan kekuning-kuningan. Biasanya rasanya gatal, membuat vagina meradang dan luka.
Penyebab timbulnya keputihan di antaranya:
         a.       Menopause.
Yaitu masa yang sudah tidak keluar haidl. Sebab dengan aktif keluar haidl, ada cairan yang selalu membasahi dinding vagina dan mempertahankan vagina tetap segar dan sehat.
        b.       Pil penghambat ataupun penyubur kehamilan.
Hal ini disebabkan, pil tersebut mempunyai efek mengurangi ketahanan pelindung vagina dari infeksi jamur.
         c.       Efek dari Kontrasepsi dalam rahim.
        d.       Stress.
        e.       Celana yang terbuat dari Nilon.
         f.        Celana ketat.
        g.       Sabun bubuk pembersih.
Cara Pengobatan keputihan di antaranya:
         a.       Mendatangi dokter atau Klinik khusus.
        b.       Ramuan-ramuan alami.[27]
Seperti merendam kurang lebih 8 butir bawang putih dalam air cuka selama dua hari sampai minyak bawang terurai. Kemudian ambil satu sendok makan dan campur dengan kurang lebih setengah liter air. Gunakan dua hari sekali dalam satu minggu untuk pembersih vagina.
Atau satu butir bawang putih diiris jadi dua. Lalu dibungkus dalam kain ayakan. Masukkan dalam vagina dan biarkan selama kira kira semalam.
Perlindungan diri dari Keputihan di antaranya:
         a.       Memelihara kesejukan daerah genital (sekitar vagina).
        b.       Menjaga kebersihan.
         c.       Mencuci pakaian dengan air mendidih, tanpa sabun.
        d.       Menjauhi aktifitas secara berlebihan.

Apakah getah vagina termasuk darah haidl ?
Dalam kitab-kitab fiqih dijelaskan bahwa, haidl adalah darah yang keluar dari urat (otot) yang pintunya terdapat pada penghujung uterus (pangkal rahim/aqso al-rohmi) yang punya warna, sifat dan masa yang khusus. Sedangkan istihadloh adalah darah yang keluar dari urat di bawah uterus (adna al-rohmi) di luar masa haidl.[28]
Dengan demikian getah vagina dan keputihan, bukanlah darah haidl dan istihadloh. Karena keluar dari luar anggota tersebut. Yang dalam istilah fiqih dikatagorikan Ruthubatul Farji (cairan farji), dan hukumnya sebagaimana berikut: [29]
        1.       Bila keluar dari balik liang farji (anggota farji bagian dalam yang tidak terjangkau penis saat bersenggama), maka hukumnya najis dan menyebabkan batalnya wudlu, sebab keluar dari dalam tubuh.
        2.       Bila keluar dari liang farji (anggota farji yang tidak wajib dibasuh ketika istinja’ dan masih terjangkau penis saat bersenggama), maka hukumnya suci menurut sebagian ulama.
        3.       Bila keluar dari luar liang farji (anggota farji yang tampak ketika jongkok), maka hukumnya suci.
Dengan demikian, karena keputihan dan cairan yang keluar dari farji bukan darah haidl, maka tidak mewajibkan mandi. Namun bila cairan tersebut dihukumi najis (keluar dari dalam tubuh), maka harus disucikan saat mau wudlu dan sholat. Dan jika terus menerus keluar, maka hukumnya seperti istihadloh dan tata cara bersuci serta ibadahnya akan dijelaskan dalam fasal berikut ini.1

Mengqodlo` Ibadah Yang Ditinggalkan Semasa Haidl atau Nifas
Seorang wanita yang sedang haidl atau nifas tidak wajib mengqodlo`i semua ibadah yang ditinggalkanya kecuali puasa, begitu pula sholat yang ditinggalkanya pada saat darah haidl keluar setelah masuknya waktu sholat yang cukup untuk melakukan sholat dengan singkat (2 rokaat) bagi wanita normal dan ditambah waktu yang cukup untuk digunakan bersuci bagi wanita yang tidak diperbolehkan bersuci sebelum masuknya waktu sholat, seperti wanita yang terus menerus hadast (seperti mustahadhoh atau orang beser) atau wanita yang bersuci dengan tayammum. Sedangkan bila ternyata tidak demikian, maka tidak diwajibkan mengqodlo`i sholat. Apabila berhentinya darah haidl atau nifas berada dalam waktu sholat yang minimal masih muat digunakan takbirotul ihrom (mengucapkan lafadz Allahu Akbar), maka sholat tersebut wajib dikerjakan baik dengan ada’ atau Qodho’, begitupula sholat sebelunya yang bisa dijama’.
Contoh: 1
Waktu untuk sholat maqhrib telah masuk sampai 15 menit. Sebelum melakukan sholat ternyata darah haidl atau nifas keluar, maka yang wajib diqodlo`i setelah suci hanya sholat maqhrib saja sebab waktu 15 menit itu sudah cukup digunakan melaksanakan sholat.
Contoh: 2
Tepat jam 09.00 darah haid atau nifas keluar, sepekan kemudian darah haid atau nifas berhenti pada waktu sholat ashar, sementara waktu sholat ashar hanya cukup untuk melakukan takbirotul ihrom, maka yang wajib diqodlo’ adalah  sholat ashar dan sholat dzuhur sebelumnya, sebab sholat dhuhur bisa dijama dengan ashar, Demikian pula apabila darah berhenti pada waktu sholat ‘isya’, maka sholat magrib sebelumnya juga wajib diqodho’.


Tata Cara Bersuci  dan Sholat Bagi Mustahadloh dan Wanita yang Mengalami Keputihan atau Keluar Cairan.
Bagi wanita yang mengalami istihadloh, atau selalu hadats (da’imul hadats), seperti selalu keluar cairan atau keputihan dari dalam tubuh, maka ketika mau sholat harus mengikuti aturan berikut ini: [30]
        1.       Membersihkan farji dari najis yang keluar.
        2.       Menyumbat farji dengan semacam kapuk. Hal ini harus dilakukan ketika ia tidak merasakan sakit saat disumbatdan pada waktu puasa, hal ini harus dihindari pada siang hari, karena akan menyebabkan batal nya puasa.
Dalam menyumbat farji, tidak dianggap cukup bila penyumbatnya hanya dimasukkan pada anggota farji yang tidak wajib disucikan saat istinja’. Namun harus masuk ke dalam. Agar ketika sholat, ia tidak dihukumi membawa sesuatu yang bertemu dengan najis. Dan jika darah terlalu deras keluar sehingga tembus diluar penyumbat, maka tidak apa-apa karena dlorurot.
        3.       Wudlu dengan muwalah (terus-menerus), yaitu dalam membasuh anggota wudlu anggota yang dibasuh sebelumnya masih basah (belum kering). Dan niatnya adalah:
نَوَيْتُ الْوُضُوْءَ لاِسْتِبَاحَةِ الصَّلاَةِ فَرْضًا لِلَّهِ تَعَالىَ
Maksudnya, niat berwudlu agar diperbolehkan melakukan sholat, tidak boleh dengan niat menghilangkan hadats.
        4.       Segera melaksanakan sholat. Hanya saja boleh menundanya karena untuk melakukan hal-hal yang terkait dengan kemaslahatan sholat. Seperti menutup aurot, menjawab adzan, menanti jama’ah dan lain lain.
Semua tata cara di atas dilakukan secara berurutan dan setelah masuk waktu sholat. Jika salah satunya tidak terpenuhi atau mengalami hadats yang lain, maka harus diulangi dari awal. Tatacara tersebut harus dilakukan setiap akan melaksanakan sholat fardlu. Sehingga satu rangkaian thoharoh tersebut tidak boleh digunakan untuk dua sholat, kecuali sholat sunah, maka boleh berulang-ulang.

Hal-Hal yang Diharamkan Bagi Wanita yang Sedang Haidl atau Nifas
Hal-hal yang diharamkan bagi wanita ketika mengalami haidl atau nifas adalah sebagai berikut:
1.      Sholat (fardlu atau sunah)
2.      Sujud syukur dan tilawah
3.      Puasa (wajib atau sunah)
4.      Thowaf (wajib atau sunah)
5.      Membaca Al-Qur’an dengan tanpa niat dzikir
6.      Menyentuh atau membawa Mushhaf (Al-Quran)
7.      Berdiam diri dalam Masjid
8.      Lewat dalam Masjid bila hawatir ada darah yang menetes pada masjid
9.      Dicerai bagi selain Mutahayyiroh
10.   Bersetubuh atau bersentuhan kulit antara lutut dan pusar

Melahirkan
Minimal masa hamil adalah enam bulan lebih sedikit (waktu jima’ dan melahirkan). Masa itu terhitung mulai waktu yang mungkin digunakan suami istri bersetubuh setelah aqad nikah. Sedangkan pada umumnya, masa hamil adalah sembilan bulan. Dan paling lamanya adalah empat tahun.[31]
Sehingga jika ada bayi yang lahir setelah masa enam bulan lebih sedikit setelah pernikahan, maka nasabnya ikut kepada suami. Demikian pula jika lahir sebelum empat tahun dari masa cerai atau wafat. Hal ini terhitung dari masa mungkinnya  hamil atau wafat. Berbeda jika lahir sebelum masa enam bulan setelah pernikahan atau setelah empat tahun dari perceraian atau wafat, maka nasabnya tidak kepada suami.[32]
Bulan yang dibuat ukuran minimal, umum dan maksimalnya masa hamil adalah 30 hari, tidak memakai bulan penanggalan.[33]

 

Aborsi (pengguguran bayi)

Aborsi yang dilakukan setelah usia kandungan 120 hari (setelah ditiupnya ruh), hukumnya haram. Sedangkan aborsi sebelum kandungan berusia 120 hari, terjadi perbedaan pendapat di antara ulama.  Menurut Ibnu Hajar (pendapat yang muttajih/kuat) hukumnya haram. Sedangkan menurut Imam Romli hukumnya tidak haram.[34]

Penggunaan alat Kontrasepsi

Menggunakan alat kontrasepsi, baik berupa pil, obat suntik atau spiral hukumnya adalah sebagai berikut:
         a.       Apabila penggunaan alat itu bisa menyebabkan tidak bisa hamil selamanya, maka haram.
        b.       Apabila penggunaan alat kontrasepsi hanya untuk memperpanjang jarak kehamilan dan tidak ada udzur, maka hukumnya makruh.
         c.       Apabila penggunaan alat itu untuk memperpanjang jarak kehamilan, dan dilatar belakangi oleh adanya udzur, seperti demi kemaslahatan merawat anak, hawatir terlantarnya anak dan lain-lain, maka hukumnya tidak makruh.[35]

 

Bayi kembar

Dua bayi dihukumi kembar, jika jarak antara bayi pertama dan kedua tidak lebih dari minimal masa hamil. Sedangkan jika jaraknya genap enam bulan atau lebih, maka tidak dinamakan bayi kembar.[36]

Iddah
Iddah adalah masa penantian seorang wanita untuk mengetahui keadaan rahimnya atau semata hanya untuk melaksanakan ritual yang bersifat dogmatif (taabbudi).[37]
Faktor yang menyebabkan wanita wajib menjalani masa iddah adalah sebagai berikut:
  1. Ditinggal mati suaminya, baik pernah disetubuhi oleh suaminya yang telah mati tersebut atau belum. Sedangklan masa iddahnya selama empat bulan sepuluh hari, baik wanita tersebut masih dalam usia haid atau sudah memasuki masa menopause, baik belum baligh atau sudah lanjut usia.
  2. Karena diceraikan oleh suaminya. Wanita yang diceraikan oleh suaminya, jika sudah pernah disetubuhi atau dimasuki oleh spermanya, maka wajib melaksanakan iddah. Akan tetapi jika perceraian terjadi, sementara suaminya belum pernah menyetubuhi atau memasukkan spermanya, maka bagi istrinya tidak ada masa iddah.
  3. Sebab wathi subhat (hubungan biologis yang tidak disertai dengan kepastian apakah betul pasanganya itu suaminya atau bukan) atau memasukkan sperma orang lain dengan syubhat (tidak mengerti jika sperma tersebut ternyata bukan milik suami). Bagi wanita yang mengalami hal tersebut diatas juga diwajibkan menjalani masa iddah.
Adapun masa iddah seorang wanita dicerai atau disetubuhi dengan syubhat adalah selama tiga masa persucian bagi wanita yang masih mengalami haid dan tiga bulan bagi wanita yang masih belum memasuki usia haidl atau sudah bebas dari masa haid. Untuk wanita hamil masa iddahnya sampai melahirkan, baik karena cerai, wathi syubhat atau ditinggal mati suami.


[1]   Referensi :
1.     Fathu al-Qorib dan Hasyiyah al-Bajuri Juz I hal: 113
2.     Fathu al-Wahab dan Hasyiyah al-Jamal Juz I hal: 246-247
3.     Hasyiyah al-Jamal Juz I hal: 242
4.     Al-Madzahib al-Arba’ah Juz I hal: 126-127
5.     Al-Bahru al-Roiq fi Furu’ al-Hanafiyyah Juz I hal: 330-331
[2]   Referensi :
1.     Al-Iqna’ Bi-Hamisyi al-Bujairimi ‘ala al-Khotib Juz I hal: 367
2.     I’anah al-Tholibin Juz IV hal: 80
3.     Fathu al-Mu’in bi I’anah al-Tholibin Juz IV hal: 80-81
4.     Ta’limu al-Muta’allim hal:4
5.     I’anah al-Tholibin Juz IV hal: 181
[3]   Referensi :
1.     Sulam al-Taufiq dan Is’ad al-Rofiq Juz I hal: 72-73
2.     Nihayah al-Zain hal: 11
[4]   Referensi :
1.     Al-Mahali Juz II hal: 300-301
2.     Nihayah al-Muhtaj Juz IV hal: 357-358
[5]   Referensi :
Hasyiyah al-Jamal ala al-Manhaj Juz I hal: 235-236
1   Referensi :
Al-Fiqh al-Islami wa Adillatihi Juz I hal: 456-457
[6]   Referensi :
1.     Fathu al-Wahab Juz I hal: 26
2.     Mughni al-Muhtaj Juz I hal: 113
[7]   Referensi :
1.     Tuhfah al-Muhtaj Juz I hal: 655-657
2.     Hasyiyah Ibnu Qosim Syarh al-Bahjah Juz I hal: 575-576
[8] Sebetulnya ada perbedaan pendapat di antara ulama dalam menghukumi masa tidak keluar darah pada saat haidl atau nifas yang tidak melebihi batas maksimalnya. Sementara keluarnya haidl atau nifas secara terputus-putus (kadang keluar darah, kadang tidak). Pendapat yang kuat (qoul As-Sahbi) menghukumi haidl. Dan sebagian ulama’ yang lain menghukumi suci (qoul Talfiq)  (Bughyah al-Mustarsyidin hal: 31)
[9] Referensi:
  Roudlotu al-Tholibin juz I hal: 166
[10] Referensi :
Al-Muhadzab Juz I hal: 39
[11] Referensi :
Al-Fiqh al-Islami wa Adillatihi Juz I ha: 458
[12] Referensi :
Mughni al-Muhtaj Juz I hal: 113
[13] Referensi :
1.     Hasyiyah al-Bujairimi ‘ala al-Khotib Juz I hal: 341
2.     Al-Mahali dan hasyiyah Qulyubi Juz I hal: 102-103
[14] Referensi :
Hasyiyah al-Jamal ‘ala al-Manhaj Juz I hal: 248-249
[15] Referensi :
Ghuror al-Bahiyah dan Hasyiyahnya Juz I hal: 586,587 dan 594
[16] Referensi :
Roudloh al-Tholibin Juz I hal: 142-143
[17] Referensi :
Al-Mahali dan Hasyiyah ‘Umairoh Juz I hal: 104
[18] Referensi :
Roudlotu al-Tholibin Juz I hal: 144-145
[19] Referensi :
1.     Al-Mahali Juz I hal: 105
2.     Syarhu al-Roudl Juz I hal: 104-105
3.     Fathu al-Jawad Juz I hal: 84-85
[20] Perlu diketahui bahwa adat haidl yang bisa dijadikan acuan tidak harus diambil dari pengadatan haidl yang normal akan tetapi juga bisa diambil dari pengadatan haidl lewat tamyiz.
Contoh: keluar darah hitam 5 hari, darah merah 25 hari, darah hitam 2 bulan, maka haidlnya untuk bulan pertama adalah 5 hari suci 25 hari (masa keluar darah merah). Sedangkan untuk 2 bulan selanjutnya haidlnya disesuaikan dengan bulan pertama (5 hari). 
Referensi : Hasyiyah al-Bajuri Juz I hal: 111, Raudloh al-Tholibin Juz I hal: 151, Ghuror al-Bahiyah Juz I hal: 605-607.
[21] Referensi :
Al-Tahrir dan Hasyiyah al-Syarqowi Juz I hal: 154-155
[22] Referensi :
Al-Syarqowi Juz I hal: 155
1   Referensi :
Al-Syarqowi Juz I hal: 155
[23] Referensi :
Hasyiyah al-Bujairimi ‘ala al-Khotib Juz I hal: 346-347
[24] Referensi :
1.     Tuhfah al-Muhtaj Juz I hal: 673-675
2.        Hasyiyah al-Bujarimi ‘ala al-Khotib Juz I hal: 347-349
[25] Referensi :
3.     Tuhfah al-Muhtaj Juz I hal: 673-675
4.        Hasyiyah al-Bujarimi ‘ala al-Khotib Juz I hal: 347-349
5.        Raudloh al-Tholibin Juz I hal: 157
1   Referensi :
Hasyiyah al-Bujairimi ‘ala al-Khotib Juz I hal: 349-350
[26] Referensi :
1.     Hawasyi al-Madaniyyah Juz I hal: 196
2.     Hasyiyah al-Bujarimi ‘ala al-Khotib Juz I hal: 352
3.     Tuhfah al-Muhtaj dan Hasyiyah al-Syarwani Juz I hal: 633-634
[27] Keputihan: Adji Dharma dan FX. Budiyanto.hal. 3, 33, 41, 51, 63.
[28] Referensi :
I’anah al-Tholibin Juz I hal: 71-72
[29] Referensi :
1.     I’anah al-Tholibin Juz I hal: 86
2.     Hasyiyah al-Qulyubi ‘ala al-Mahali Juz I hal: 71
1   Referensi :
1.     Al-Mahali Juz I hal: 101-102
2.     Tuhfah al-Muhtaj Juz I hal: 645-646
[30] Referensi :
Hasyiyah al-Bujairimi ‘ala al-Manhaj Juz I hal: 134-135
[31] Referensi :
1.     Al-Bajuri Juz I hal: 113
2.     Hasyiyah al-Bujarimi ala al-Khotib Juz I hal: 353-354
[32] Referensi :
I’anah al-Tholibin Juz IV hal: 49
[33] Referensi :
Hasyiyah al-Bujarimi ala al-Khotib Juz I hal: 346
[34] Referensi :
Hasyiyah al-Jamal ala al-Manhaj Juz IV hal: 446-447
[35] Referensi :
1.     Hasyiyah al-Jamal ala al-Manhaj Juz IV hal: 447
2.     Ihya’ ‘Ulumu al-Din Juz II hal: 53
3.     Fatawi al-Romli  bi hamisy al-Fatawy al-Kubro Juz IV hal: 203
[36]             Masing-masing adalah hasil dari kehamilan yang berbeda.
Referensi :
Hasyiyah al-Jamal ala al-Manhaj Juz IV hal: 446
[37]  Referensi :
    I’anah al-Tholibin Juz IV hal: 37-43