Rabu, 30 Januari 2013
SOSOK DAN PEMIKIRAN IBN TAIMIYAH
30 Januari 2013
Tinggalkan sebuah Komentar
by apip
Bukan sebuah kebiasaan bagi saya untuk menghukumi dan memfonis benar dan salahnya sesorang, apalagi dasarnya hanya melalui tulisan-tulisan dan pendapat orang lain, disamping itu guru dan pendahulu saya dari kalangan alawiyin kurang berkenan dalam masalah ini. Sebab masih banyak hal yang lebih besar dari semua ini yang harus di perhatikan.
Hanya saja penjelasan harus dilakukan apabila terjadi kesalahfahaman dikalangan orang awam, pertanyaan tentang Ibnu Taimiyah di forum ini sepertinya perlu di tanggapi serius, karena kami hawatir masalah ini menjadi besar dan di jadikan kesempatan oleh pihak luar untuk memecah belah persatuan umat islam, seperti pengalaman-pengalaman masa lalu.
Saling mengkafirkan antara sesama muslim adalah sarana utama untuk menggoyang kekuatan kaum muslimin, dan hal ini kadang disebabkan perbedaan pandangan tentang sosok dan pemikiran seorang tokoh.
Dalam hal ini, Syeikh Ibnu Taimiyah termasuk salah satu tokoh yang kontrofesi di kalangan umat Islam. Dengan dasar itulah penulis mencoba menjelaskan secara obyektif siapa dan bagaimana sosok ibnu taimiyah. Penulisan berdasarkan Qaidah. Ma`shum (terjaga) hanyalah bagi para Nabi, selain Rasulullah saw. pendapatnya bisa diterima dan bisa ditolak. Penulisan ini bukan untuk membenarkan atau menyalahkan sosok Ibnu Taimiah, sebab masalah benar dan tidaknya Ibnu Taimiah itu adalah hak Allah swt.
Sekilas biografi Ibn Taimiyah
Ibnu taimiyah dilahirkan pada tanggal 10 R. Awal tahun 661 H. Dengan nama Ahmad bin Abdul Halim bin Abd Salam bin Taimiyah. Dia tumbuh dengan kecerdasan yang luar biasa, mula-mula dia belajar pada Ibn Abd Daim, al-Qasim al-Irbili, Muslim bin `Allan dan pada Ibn Abi Amr. Selanjutnya Ibnu Taimiyah mebaca sendiri ilmu keislaman tampa bimbingan seorang guru [1]. Namun dengan berbekal kecerdasan yang tinggi Ibnu Taimiyah mampu mengalahkan yang lain. Adz-Dzahahabi menceritakan bahwa Ibnu Taimiyah sudah mempunyai kemampuan munâzharah (berdebad) sebelum masa baligh, dan mampu mengarang, mengajar serta berfatwa padahal umurnya belum memasuki 20 tahun, sehingga dalam usianya yang masih belia dia sudah di anggap sebagai pembesar Ulama? [2].
Keilmuan Ibnu Taimiyah
Tidak heran kalau saat dewasa Ibnu Taimiyah menjadi seorang yang berpengaruh karena kesalehan dan kemampuan intelektualnya melebihi kebanyakan manusia. Ibnu Hajar Al-Asqalani menuturkan panjang lebar tentang ilmu Ibnu Taimiyah melalui tulisan Al-Hafid Al-Dzahabi, murid Ibnu Taimiyah. Menurut adz-Dzahabi seorang yang melihat kehebatan Ibnu Taimiyah dalam masalah khilafiyah, maka ia akan heran dan kagum, Ibnu Taimiyah mampu mentarjih dan membandingkan segala perbedaan dengan argument yang kuat, dia berhak berijtihad sendiri karena syarat-syarat mujtahid telah dipenuhi. Tidak kutemukan seorang yang lebih cepat melebihi Ibnu Taimiyah dalam mengeluarkan ayat-ayat Al-Qur’an sebagai dalil dalam suatu masalah, hadits-hadits Nabi seakan akan berada di depan mata dan di ujung lidahnya, disamping itu ia mampu mentafsiri Al-Qur’an dengan luas. Adapun falam masalah ideologi berbagai aliran maka dia tiada berdebu. Sedang sifatnya sangat dermawan, pemberani dan tidak pernah menyimpan dendam. Kata-kataku ini akan dianggap kurang oleh pendukungnya dan akan dianggap berlebihan oleh para penentangnya. [3]
Ibnu Taimiyah dan Tasawuf
Sering kita mendengar bahwa Ibnu Taimiyah itu anti tasawuf dan penentang sufi, padahal kalau diperhatikan dari sikap dan pandangannya dia adalah seorang sufi dan pengikut ajaran tasawuf suni (yang sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunah), meskipun ia tidak mengistilahkan ajaran tasawuf dengan istilah tersebut. Istilah yang sering dipakai oleh Ibnu Taimiyah adalah istilah suluk, akan tetapi substansinya adalah apa yang ada pada ajaran tasawuf.
Suluk menurut Ibnu Taimiyah merupakan kewajiban setiap mukmin, seperti yang diungkapkannya dalam kitab Fatawanya. “Suluk adalah jalan yang diperintahkan oleh Allah dan Rasulnya berupa itikad, Ibadah dana Akhlak. Semua ini telah dijelaskan dalam Al-Qur’an dan Sunah, dan suluk ini kedudukannya seperti makanan yang menjadi keharusan seorang mukmin”. [4]
Diantara kata-kata Ibnu Taimiyah mengenai tasawuf adalah “amal-amal hati yang diberi nama maqâmât dan ahwâl seperti: cinta kepada Allah dan Rasulnya, tawakal, Ikhlas, sabar, syukur, khauf dan semacamnya adalah kewajiban setiap maklhuk, baik kaum khâs atapun orang-orang awam”.
Kesufian Ibnu Taimiyah tidak hanya terbukti dari keilmuannya saja akan tetapi perbuatan dan sikapnya telah membuktikan akan semua ini. Adz-Dzahabi pernah bercerita bahwa dia tidak pernah menemukan orang yang banyak berdoa dan bertawajuh kepada Allah melebihi Ibnu Taimiyah.
Ibnu Qoyyim dalam kitabnya Madarus Salikin banyak bercerita tentang Ibnu Taimiyah dalam kerohanian (baca: Tasawuf). Dalam kitab Kawakibud Duriyah bahwa Ibnu Taimiyah pada malam hari sering menyepikan diri dari manusia, dia hanya sibuk dengan tuhannya, banyak bermunajat dan membaca Al-Qur’an. [5]
Sedang ke zuhudan dan ketawaduan Ibnu Taimiyah adalah tauladan yang baik, dalah hal ini terbukti dengan kata-katanya, “Aku tidak punya apa-apa, dariku tak ada apa-apa dan padaku tak ada apa-apa”.
Itulah pribadi Ibnu Taimiyah dalam suluk dan kerohaniannya, cukuplah kiranya Ibnu al-Qayyim dan karyanya Madarus Salikin sebagai bukti tarbiah Ibnu Taimiyah dalam konteks kesufian.
Tidak hanya itu, Ibn Taimiyah dan murid-muridnya sangat mempercayai adanya karamah para wali. Di sini Baduruddin al-Aini berkata tentang Ibnu taimiyah, “Di samping kemuliaan dan ketinggian Ilmunya, beliau (ibnu Taimiyah) juga mempunyai karamah yang tidak diragukan lagi seperti yang ku dengar dari banyak orang” [6].
Ibnul Qayyim juga banyak bercerita tentang firasat (mukasyafah) Ibnu Taimiyah dalam kitabnya, “Aku telah menyaksikan firasat Syaikhul Islam dari hal-hal yang menabjubkan. Sedang hal yang tidak kusaksikan tentu lebih banyak dan lebih agung”.
Dengan demikian tidak ada alasan untuk mengatakan bahwa Ibnu Taimiyah dan kelompoknya anti ajaran Tasawwuf. Adapun kepercayaan-kepercayaan yang mengatas namakan sufi dan tasawwuf akan tetapi bertentangan dengan al-Quran dan Sunnah tidak hanya Ibnu Taimiyah dan Madrasahnya yang menentang, para sufipun juga menentangnya.
Sebagai seorang intelektual wajar kalau Ibnu taimiyah sering melontarkan kritikan terhadap tokoh-tokoh lain, hanya saja kadang Ibnu taimiyah melampau batas dalam pandangan dan kritikannya sehingga menjadikan dia sebagai sosok yang kontrofersi.
Kontrofersi pemikiran Ibnu Taimiyah.
Pemikiran Ibnu taimiyah sering menjadi ajang polemik di kalangan para Ulama, sejak zaman Ibnu Taimiyah sendiri, dan gara-gara itu dia sering keluar masuk penjara, terutama mengenai masalah-masalah Akidah dan Fiqih. Keberanian Ibnu Taimiah ini tidak hanya berbeda dengan para ulama di zamannya, namun Ibnu Taimiyah juga sering menyalahi Ijma`. Itulah yang membuat ulama di zamnnya geram pada Ibnu Taimiah.
Pemikiran pertama yang menjadi kontrofersi terjadi pada tahun 698 H. Hal itu gara-gara satu fatwa yang dikenal dengan masalah hamawiah. Fatwa ini membuat Qadhi waktu itu turun tangan, yaitu Imamauddin al-Quzwaini. Qadhi itu memberi fatwa “Barang siapa yang mengambil pendapatnya Ibnu taimiah maka dia akan dita`zir.” Pada tahun 705 Ibnu Taimiah kembali membikin heboh yang membuat dirinya kembali masuk penjara, dan pada tahun 709 dia dipindahkan ke Iskandariah, di sanapaun dia jaga mengeluarkan fatwa-fatwa aneh yang dipermasalahkan oleh ulama setempat. [7]
Begitulah seterusnya Ibnu taimiiyah, dia terus keluar masuk penjara baik ketika dia di Syam atau di Mesir. Dalam beberapa kasus, Ibnu Taimiyah terkesan tidak konsekwen pada pendapatnya, kadang dia mengaku bermazhab Syafii, atau bermazhab Hambali dan kadang dia juga mengaku berakidah Asyairah namun di lain kesempatan dia juga mencaci tokoh-tokoh Asya’irah, seperti Imam Ghazali dan yang lainnya. Tidak hanya itu, Ibnu Taimiyah juga berani lancang mencaci sahabat Nabi [8]
Oleh sebab itulah, ulama dari masa ke masa senantiasa memperselisihkan sosok dan pemikiran Ibnu Taimiyah, ada yang menganggapnya fasik, ada yang menganggapnya mubtadi` (ahli bid’ah) dan bahkan ada yang menganggap kafir. Tidak hanya para penentangnyya yang mengkritik Ibnu taimiyah, murid-muridnya juga sering berbeda dan menasehatinya, seperti Ibnu Katsir dan adz-Dzahabi. Bahkan adz-Dzahabi menulis sebuah risalah husus yang berisi nasehat-nasehat agar Ibnu Taimiyah kembali dan bertobat. Surat ini di kenal dengan an-Nashîhah adz-Dzahabiyah li Ibn Taimiyah. [9]
Penentang Ibnu Taimiyah sejak zaman Ibnu Taimiyah sendiri sampai pada saat ini terus mengalir, mulai dari kalangan fuqaha madzahabil arb’ah sampai para ulama kalam. Sedang yang mengarang kitab yang berisi kritikan pada Ibnu taimiyah juga sangat banyak, seperti as-Subki dan ulama-ulama setelahnya. [10].
Pemikiran kontrofersi Ibnu Taimiyah
Adapun pemikiran Ibnu Taimiyah yang dianggap bertentangan dengan Ijma`dan mayoritas ahlu sunnah wal jamaah sangat banyak diantaranya adalah:
1. Keyakinnanya tentang Zat Allah yang mempunyai jasad seperti jasadnya makhluk, duduk seperti duduknya makhluk, bertangan, mempunyai mata dang telinga. Bahkan Ibnu Taimiyah berkata bahwa Allah turun dari langit sebagai mana turunnya dia dari mimbar. Mazhab ini di sebut al-Hasyawiyah al-Mujassamah. Dewasa ini beberapa ulama telah menulis penelitian dan mempelajari pemikiran ini dengan seksama, di antaranya adalah Kasyfu al-Shaghîr ‘an ‘Aqîdah Ibnu Taimiyah, karya Said Fudah, Ibnu Taimiyah Laisa Salafiyan, desertasi Doktor oleh Mansur Muhammad Ghawaiesy, dan Fatâwâ Ibnu Taimiyah fil-Mîzan, karya Muhammad Ahmad Ya‘qubi.
2. Berani mencaci Ulama dan Sahabat Nabi. Kelancangan Ibnu taimiyah ini membuat nyawanya terancam karena telah berani mencaci Imam al-Ghazali dan pengikut Asya`irah lainnya. Bukan hanya itu, Ibnu Taimiyah beranggapan bahwa Imannya Sayyidina Ali tidak sah, sebab beliau masuk Islam sebelum baligh, dan Iman sayyidina Abu Bakar juga tidak sah karena Abu Bakar beriman dalam keadaan pikun hingga beliau tidak mengerti apa yang di ucapkan. Imam Ali ra. menurutnya memopunyai 17 kesalahan. Dan beliau berperang karena cinta kedudukan. Sedang sayyidina Utsman menurutnya sangat cinta dunia. Dalam kitab Durarul Kaminah dan kitab Fatawa Ibnu Taimiyah fil-Mizan dijelaskan panjang lebar masalah ini.
3. Inkar terhadap Majaz. Ibnu taimiyah berasumsi bahwa dirinya dengan pemikiran itu berada dalam Manhaj salaf. Sebab sebagaimana yang telah masyhur bahwa ulama dalam menyikapi ayat-ayat musytabihat ada dua kelompak, kelompok pertama adalah Tafwidh (menyerahkan penafsirannya pada Allah sendiri) mazhab ini yang diikuti oleh kebanyakan ulama salaf. Dan kelompok kedua adalah mazhab Ta`wil (mentafsiri ayat musytabihat sesuai dengan keesaan dan keagungan Allah) cara ini dipakai oleh ulama khalaf.
Sedang pendapat Ibnu taimiyah dalam masalah ini berkonsekwensi pada pemahaman yang berbahaya dalam memahami al-Quran dan nama dan sifat Allah, sebab hanya membawa pada pengertian yang mustahil pada zat dan sifat Allah. Adapun pendapat salaf mengenai masalah Tafwidh, salaf tidak mau panjang lebar mengenai masalah ini, sehingga menyerahkan urusan ini pada Allah. Beda halnya dengan Ibnu taimiyah yang berani menafsiri Al-Quran dengan lahirnya saja, sehingga mengakibatkan hal yang fatal.
Disamping itu keingkaran Ibnu taymiyah pada majaz dapat menimbulkan pengertian yang salah terhadap teks Syariah, Ibnu Qayyim sendiri sebagai murid setia Ibnu Taimiyah merasa kebingungan menyikapi masalah ini, sebab tidak sedikit dari ulama salaf dan pengikut mazhab Hanafi (Ibnu Taimiyah mengaku bermazhab ini) yang mempercayai adanya majaz dalam al-Quran. Seperti Ibnu Abi Ya`la, Ibnu Agil, Ibnu al-Khattab dan lain-lain sangat menganggap keberadaan majaz dalam al-Quran. [11].
Seseorang yang membaca kitab Shawaiq al-Mursalah karya Ibnu Qayyim, maka akan tampak kebingungannya dalam menyikapi pendapat gurunya tersebut.
4. Ibnu Taimiyah menyalahi Ijma` ulama. Seperti pendapatnya talak waktu haid itu tidak terjadi, masalah ta`liq talak, seorang haid boleh tawaf tampa membayar kaffarat, kata-kata talak tiga hanya terjadi satu dan beberapa pendapat nyeleneh lainnya. Al-hasil banyak pendapat Ibnu taimiyah yang bertentangan dengan mayoritas ulama Ahlu sunnah wal jamaah.
Namun begitu sumbangan Ibnu Taimiyah terhadap pemikiran Islam tidaklah sedikit, maka sikap yang terbaik mengenai Ibnu taymiyah adalah sikap yang disampaikan oleh Syaekh Yusuf bin Ismail an-Nabhani, “Ibnu Taimiyah adalah seorang ulama besar yang masyhur dari salah satu umat Muhammad, namun begitu dia tidak lepas dari kesalahan” Dalam buku yang sama an-Nabhani juga berkata, “Ibnu taimiyah ibarat lautan besar yang berkecamuk ombak, di mana ombak itu kadang membawa intan permata dan kadang membawa batu dan pasir dan kadang juga melempar kotoran” [12]
[1] Ibnu Hajar al-Asqalani Addurarul kaminah. Hal 88
[2] Ibid Hal 95
[3] Ibid hal 19
[4] Abu Hasan An-Nadwi, Robbaniyah La Rohbaniyah,hal 75-76
[5] Ibid
[6] Abdul Hadi al Raddul wafer, hal 89
[7] Ibnu Hajar al Asqalani, Addurarul Kaminah, Hal 88
[8] ibid, hal 90-98
[9] lihat Attaufiqu rabbani hal 23..
[10] Lihat Ahmad Muhammad al ya?qubi Fatawa Ibnu Taimiyah fil Mizan Hal 20-28
[11] Mansur Muhammad Ghawas Ibnu Taimiyah Laisa Salafiyan Hal. 41
[12] lihat Ismail yusuf Nabhani Syawahidul Haq .Hal 41 dan 44
Hamid Ja`far al-Qadri , 5 Juli 2007
Selasa, 29 Januari 2013
Sejarah Hidup Imam Al Ghazali
Imam Al Ghazali, sebuah nama yang tidak asing di telinga kaum muslimin. Tokoh terkemuka dalam kancah filsafat dan tasawuf. Memiliki pengaruh dan pemikiran yang telah menyebar ke seantero dunia Islam. Ironisnya sejarah dan perjalanan hidupnya masih terasa asing. Kebanyakan kaum muslimin belum mengerti. Berikut adalah sebagian sisi kehidupannya. Sehingga setiap kaum muslimin yang mengikutinya, hendaknya mengambil hikmah dari sejarah hidup beliau.
Nama, Nasab dan Kelahiran Beliau
Beliau bernama Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ahmad Ath Thusi, Abu Hamid Al Ghazali (Lihat Adz Dzahabi, Siyar A’lam Nubala’ 19/323 dan As Subki, Thabaqat Asy Syafi’iyah 6/191). Para ulama nasab berselisih dalam penyandaran nama Imam Al Ghazali. Sebagian mengatakan, bahwa penyandaran nama beliau kepada daerah Ghazalah di Thusi, tempat kelahiran beliau. Ini dikuatkan oleh Al Fayumi dalam Al Mishbah Al Munir. Penisbatan pendapat ini kepada salah seorang keturunan Al Ghazali. Yaitu Majdudin Muhammad bin Muhammad bin Muhyiddin Muhamad bin Abi Thahir Syarwan Syah bin Abul Fadhl bin Ubaidillah anaknya Situ Al Mana bintu Abu Hamid Al Ghazali yang mengatakan, bahwa telah salah orang yang menyandarkan nama kakek kami tersebut dengan ditasydid (Al Ghazzali).
Sebagian lagi mengatakan penyandaran nama beliau kepada pencaharian dan keahlian keluarganya yaitu menenun. Sehingga nisbatnya ditasydid (Al Ghazzali). Demikian pendapat Ibnul Atsir. Dan dinyatakan Imam Nawawi, “Tasydid dalam Al Ghazzali adalah yang benar.” Bahkan Ibnu Assam’ani mengingkari penyandaran nama yang pertama dan berkata, “Saya telah bertanya kepada penduduk Thusi tentang daerah Al Ghazalah, dan mereka mengingkari keberadaannya.” Ada yang berpendapat Al Ghazali adalah penyandaran nama kepada Ghazalah anak perempuan Ka’ab Al Akhbar, ini pendapat Al Khafaji.
Yang dijadikan sandaran para ahli nasab mutaakhirin adalah pendapat Ibnul Atsir dengan tasydid. Yaitu penyandaran nama kepada pekerjaan dan keahlian bapak dan kakeknya (Diringkas dari penjelasan pentahqiq kitab Thabaqat Asy Syafi’iyah dalam catatan kakinya 6/192-192). Dilahirkan di kota Thusi tahun 450 H dan memiliki seorang saudara yang bernama Ahmad (Lihat Adz Dzahabi, Siyar A’lam Nubala’ 19/326 dan As Subki, Thabaqat Asy Syafi’iyah 6/193 dan 194).
Kehidupan dan Perjalanannya Menuntut Ilmu
Ayah beliau adalah seorang pengrajin kain shuf (yang dibuat dari kulit domba) dan menjualnya di kota Thusi. Menjelang wafat dia mewasiatkan pemeliharaan kedua anaknya kepada temannya dari kalangan orang yang baik. Dia berpesan, “Sungguh saya menyesal tidak belajar khat (tulis menulis Arab) dan saya ingin memperbaiki apa yang telah saya alami pada kedua anak saya ini. Maka saya mohon engkau mengajarinya, dan harta yang saya tinggalkan boleh dihabiskan untuk keduanya.”
Setelah meninggal, maka temannya tersebut mengajari keduanya ilmu, hingga habislah harta peninggalan yang sedikit tersebut. Kemudian dia meminta maaf tidak dapat melanjutkan wasiat orang tuanya dengan harta benda yang dimilikinya. Dia berkata, “Ketahuilah oleh kalian berdua, saya telah membelanjakan untuk kalian dari harta kalian. Saya seorang fakir dan miskin yang tidak memiliki harta. Saya menganjurkan kalian berdua untuk masuk ke madrasah seolah-olah sebagai penuntut ilmu. Sehingga memperoleh makanan yang dapat membantu kalian berdua.”
Lalu keduanya melaksanakan anjuran tersebut. Inilah yang menjadi sebab kebahagiaan dan ketinggian mereka. Demikianlah diceritakan oleh Al Ghazali, hingga beliau berkata, “Kami menuntut ilmu bukan karena Allah ta’ala , akan tetapi ilmu enggan kecuali hanya karena Allah ta’ala.” (Dinukil dari Thabaqat Asy Syafi’iyah 6/193-194).
Beliau pun bercerita, bahwa ayahnya seorang fakir yang shalih. Tidak memakan kecuali hasil pekerjaannya dari kerajinan membuat pakaian kulit. Beliau berkeliling mengujungi ahli fikih dan bermajelis dengan mereka, serta memberikan nafkah semampunya. Apabila mendengar perkataan mereka (ahli fikih), beliau menangis dan berdoa memohon diberi anak yang faqih. Apabila hadir di majelis ceramah nasihat, beliau menangis dan memohon kepada Allah ta’ala untuk diberikan anak yang ahli dalam ceramah nasihat.
Kiranya Allah mengabulkan kedua doa beliau tersebut. Imam Al Ghazali menjadi seorang yang faqih dan saudaranya (Ahmad) menjadi seorang yang ahli dalam memberi ceramah nasihat (Dinukil dari Thabaqat Asy Syafi’iyah 6/194).
Imam Al Ghazali memulai belajar di kala masih kecil. Mempelajari fikih dari Syaikh Ahmad bin Muhammad Ar Radzakani di kota Thusi. Kemudian berangkat ke Jurjan untuk mengambil ilmu dari Imam Abu Nashr Al Isma’ili dan menulis buku At Ta’liqat. Kemudian pulang ke Thusi (Lihat kisah selengkapnya dalam Thabaqat Asy Syafi’iyah 6/195).
Beliau mendatangi kota Naisabur dan berguru kepada Imam Haramain Al Juwaini dengan penuh kesungguhan. Sehingga berhasil menguasai dengan sangat baik fikih mazhab Syafi’i dan fikih khilaf, ilmu perdebatan, ushul, manthiq, hikmah dan filsafat. Beliau pun memahami perkataan para ahli ilmu tersebut dan membantah orang yang menyelisihinya. Menyusun tulisan yang membuat kagum guru beliau, yaitu Al Juwaini (Lihat Adz Dzahabi, Siyar A’lam Nubala’ 19/323 dan As Subki, Thabaqat Asy Syafi’iyah 6/191).
Setelah Imam Haramain meninggal, berangkatlah Imam Ghazali ke perkemahan Wazir Nidzamul Malik. Karena majelisnya tempat berkumpul para ahli ilmu, sehingga beliau menantang debat kepada para ulama dan mengalahkan mereka. Kemudian Nidzamul Malik mengangkatnya menjadi pengajar di madrasahnya di Baghdad dan memerintahkannya untuk pindah ke sana. Maka pada tahun 484 H beliau berangkat ke Baghdad dan mengajar di Madrasah An Nidzamiyah dalam usia tiga puluhan tahun. Disinilah beliau berkembang dan menjadi terkenal. Mencapai kedudukan yang sangat tinggi.
Pengaruh Filsafat Dalam Dirinya
Pengaruh filsafat dalam diri beliau begitu kentalnya. Beliau menyusun buku yang berisi celaan terhadap filsafat, seperti kitab At Tahafut yang membongkar kejelekan filsafat. Akan tetapi beliau menyetujui mereka dalam beberapa hal yang disangkanya benar. Hanya saja kehebatan beliau ini tidak didasari dengan ilmu atsar dan keahlian dalam hadits-hadits Nabi yang dapat menghancurkan filsafat. Beliau juga gemar meneliti kitab Ikhwanush Shafa dan kitab-kitab Ibnu Sina. Oleh karena itu, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Al Ghazali dalam perkataannya sangat dipengaruhi filsafat dari karya-karya Ibnu Sina dalam kitab Asy Syifa’, Risalah Ikhwanish Shafa dan karya Abu Hayan At Tauhidi.” (Majmu’ Fatawa 6/54).
Hal ini jelas terlihat dalam kitabnya Ihya’ Ulumuddin. Sehingga Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Perkataannya di Ihya Ulumuddin pada umumnya baik. Akan tetapi di dalamnya terdapat isi yang merusak, berupa filsafat, ilmu kalam, cerita bohong sufiyah dan hadits-hadits palsu.” (Majmu’ Fatawa 6/54).
Demikianlah Imam Ghazali dengan kejeniusan dan kepakarannya dalam fikih, tasawuf dan ushul, tetapi sangat sedikit pengetahuannya tentang ilmu hadits dan sunah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang seharusnya menjadi pengarah dan penentu kebenaran. Akibatnya beliau menyukai filsafat dan masuk ke dalamnya dengan meneliti dan membedah karya-karya Ibnu Sina dan yang sejenisnya, walaupun beliau memiliki bantahan terhadapnya. Membuat beliau semakin jauh dari ajaran Islam yang hakiki.
Adz Dzahabi berkata, “Orang ini (Al Ghazali) menulis kitab dalam mencela filsafat, yaitu kitab At Tahafut. Dia membongkar kejelekan mereka, akan tetapi dalam beberapa hal menyetujuinya, dengan prasangka hal itu benar dan sesuai dengan agama. Beliau tidaklah memiliki ilmu tentang atsar dan beliau bukanlah pakar dalam hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang dapat mengarahkan akal. Beliau senang membedah dan meneliti kitab Ikhwanush Shafa. Kitab ini merupakan penyakit berbahaya dan racun yang mematikan. Kalaulah Abu Hamid bukan seorang yang jenius dan orang yang mukhlis, niscaya dia telah binasa.” (Siyar A’lam Nubala 19/328).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Abu Hamid condong kepada filsafat. Menampakkannya dalam bentuk tasawuf dan dengan ibarat Islami (ungkapan syar’i). Oleh karena itu para ulama muslimin membantahnya. Hingga murid terdekatnya, (yaitu) Abu Bakar Ibnul Arabi mengatakan, “Guru kami Abu Hamid masuk ke perut filsafat, kemudian ingin keluar dan tidak mampu.” (Majmu’ Fatawa 4/164).
Polemik Kejiwaan Imam Ghazali
Kedudukan dan ketinggian jabatan beliau ini tidak membuatnya congkak dan cinta dunia. Bahkan dalam jiwanya berkecamuk polemik (perang batin) yang membuatnya senang menekuni ilmu-ilmu kezuhudan. Sehingga menolak jabatan tinggi dan kembali kepada ibadah, ikhlas dan perbaikan jiwa. Pada bulan Dzul Qai’dah tahun 488 H beliau berhaji dan mengangkat saudaranya yang bernama Ahmad sebagai penggantinya.
Pada tahun 489 H beliau masuk kota Damaskus dan tinggal beberapa hari. Kemudian menziarahi Baitul Maqdis beberapa lama, dan kembali ke Damaskus beri’tikaf di menara barat masjid Jami’ Damaskus. Beliau banyak duduk di pojok tempat Syaikh Nashr bin Ibrahim Al Maqdisi di masjid Jami’ Umawi (yang sekarang dinamai Al Ghazaliyah). Tinggal di sana dan menulis kitab Ihya Ulumuddin, Al Arba’in, Al Qisthas dan kitab Mahakkun Nadzar. Melatih jiwa dan mengenakan pakaian para ahli ibadah. Beliau tinggal di Syam sekitar 10 tahun.
Ibnu Asakir berkata, “Abu Hamid rahimahullah berhaji dan tinggal di Syam sekitar 10 tahun. Beliau menulis dan bermujahadah dan tinggal di menara barat masjid Jami’ Al Umawi. Mendengarkan kitab Shahih Bukhari dari Abu Sahl Muhammad bin Ubaidilah Al Hafshi.” (Dinukil oleh Adz Dzahabi dalam Siyar A’lam Nubala 6/34).
Disampaikan juga oleh Ibnu Khallakan dengan perkataannya, “An Nidzam (Nidzam Mulk) mengutusnya untuk menjadi pengajar di madrasahnya di Baghdad tahun 484 H. Beliau tinggalkan jabatannya pada tahun 488 H. Lalu menjadi orang yang zuhud, berhaji dan tinggal menetap di Damaskus beberapa lama. Kemudian pindah ke Baitul Maqdis, lalu ke Mesir dan tinggal beberapa lama di Iskandariyah. Kemudian kembali ke Thusi.” (Dinukil oleh Adz Dzahabi dalam Siyar A’lam Nubala 6/34).
Ketika Wazir Fakhrul Mulk menjadi penguasa Khurasan, beliau dipanggil hadir dan diminta tinggal di Naisabur. Sampai akhirnya beliau datang ke Naisabur dan mengajar di madrasah An Nidzamiyah beberapa saat. Setelah beberapa tahun, pulang ke negerinya dengan menekuni ilmu dan menjaga waktunya untuk beribadah. Beliau mendirikan satu madrasah di samping rumahnya dan asrama untuk orang-orang shufi. Beliau habiskan sisa waktunya dengan mengkhatam Al Qur’an, berkumpul dengan ahli ibadah, mengajar para penuntut ilmu dan melakukan shalat dan puasa serta ibadah lainnya sampai meninggal dunia.
Masa Akhir Kehidupannya
Akhir kehidupan beliau dihabiskan dengan kembali mempelajari hadits dan berkumpul dengan ahlinya. Berkata Imam Adz Dzahabi, “Pada akhir kehidupannya, beliau tekun menuntut ilmu hadits dan berkumpul dengan ahlinya serta menelaah shahihain (Shahih Bukhari dan Muslim). Seandainya beliau berumur panjang, niscaya dapat menguasai semuanya dalam waktu singkat. Beliau belum sempat meriwayatkan hadits dan tidak memiliki keturunan kecuali beberapa orang putri.”
Abul Faraj Ibnul Jauzi menyampaikan kisah meninggalnya beliau dalam kitab Ats Tsabat Indal Mamat, menukil cerita Ahmad (saudaranya); Pada subuh hari Senin, saudaraku Abu Hamid berwudhu dan shalat, lalu berkata, “Bawa kemari kain kafan saya.” Lalu beliau mengambil dan menciumnya serta meletakkannya di kedua matanya, dan berkata, “Saya patuh dan taat untuk menemui Malaikat Maut.” Kemudian beliau meluruskan kakinya dan menghadap kiblat. Beliau meninggal sebelum langit menguning (menjelang pagi hari). (Dinukil oleh Adz Dzahabi dalam Siyar A’lam Nubala 6/34). Beliau wafat di kota Thusi, pada hari Senin tanggal 14 Jumada Akhir tahun 505 H dan dikuburkan di pekuburan Ath Thabaran (Thabaqat Asy Syafi’iyah 6/201).
BISNIS DAN ETIKA
Bisnis bisa berkembang menjadi sebuah profesi yang
luhur atau etis. Ini berarti bisnis perlu dijalankan secara etis. Apakah ada
eetika bisnis ?. Etika bisnis untuk pertama-tama memperlihatkan
bahwa memang bisnis perlu
etika, bukan hanya berdasarkan tuntutan etis belaka melainkan juga berdasarkan
tuntutan kelangsungan bisnis itu sendiri.
1.
Mitos
Bisnis Amoral
Bisnis
adalah bisnis. Bisnis jangan disamakan dengan etika. Ianjlah ungkapan yang oleh
De George disebut sebagai Mitos Bisnis Amoral. Ungkapan atau mitos ini
menggambarkan dengan jelas anggapan atau keyakinan orang bisnis, sejauh mereka
menerima mitos seperti itu, tentang dirinya, kegiatannya, dan lingkungan
kerjanya. Yang mau digambarkan disini adalah bahwa kerja orang bisnis adalah
berbisnis dan bukan beretik. Atau secara lebin tepat, mitos bisnis amoral
mengungkapkan keyakinan bahwa antara bisnis dan moralitas atau etika tidak ada
hubungan sama sekali. Bisnis tidak punya sangku paut dengan etika dan
moralitas. Keduanya adalah dua bidang yang terpisah satu sama lain. Karena itu
bisnis tidak boleh dinilai dengan menggunakan norma dan nilai-nilai etika.
Bisnis dan etika adalah dua hal yang sangat berbeda dan tidak boleh
dicampuradukkan. Kalau itu dilakukan, telah terjadi sebuah kesalahan kategoris.
Kegiatan
orang bisnis adalah melakukan bisnis sebaik mungkin untuk mendapat keuntungan,
maka yang menjadi pusat perhatian orang bisnis adalah bagaimana memproduksi,
mengedarkan, menjual dan membeli barang dengan memperoleh keuntungan.
Singkatnya, sasaran dan tujuan, bahkan tujuan satu-satunya dari bisnis adalah
mendatangkan keuntungan sebesar-besarnya.
Untuk
memperlihatkan kebenaran mitos bisnis amoral tersebut, bisnis diibaratkan
sebagai permainan judi.
Pertama,
seperti halnya judi, atau permainan pada umumnya, bisnis adalah sebuah bentuk
persaingan (yang mengutamakan kepentingan pribadi). Sebagai sebuah bentuk
persaingan semua orang yang terlibat di dalamnya selalu berusaha dengan segala
macam cara dan upaya untuk bisa menang. Dengan kata lain, bisnis, sebagaimana
permainan penuh persaingan ketat lainnya, cenderung menghalalkan segala cara
demi memperoleh keuntungan. Yang utama bagi orang bisnis adalah bagaimana bisa
menang dalam persaingan yang ketat, bagaimana bisa untung sebesar-besarnya.
Karena itu segala peluang dan cara dipakai untuk bisa meraup keuntungan.
Kedua,
aturan yang dipaki dalam permainan penuh persaingan itu berbeda dari aturan
yang ada dan dikenal dalam kehidupan sosial pada umumnya.
Ketiga,
orang bisnis yang masih mau mematuhi aturan moral akan berada dalam posisi yang
tidak menguntungkan di tengah persaingan ketet tersebut. Dengan kata lain, di
tengah persaingan bisnis yang ketat, orang yang masih memperhatikan etika dan
moralitas akan kalah, merugi, dan tersingkir dengan sendirinya.
Argumen-argumen
di atas masih diperkuat oleh dua argumen lain sebagai berikut. Pertama, jika
suatu permainan (judi) mempunyai aturan yang diterima dan dibenarkan secara
legal – jadi ada aturan mainnya – dengan sendirinya praktek permainan tersebut
pun diterima dan dibenarkan secara moral. Kedua, jika suatu praktek begitu umum
diterima dan dijalankan di mana-mana sehingga menjadi semacam norma, semua
orang lain tinggal menyesuaikan diri dengan praktek semacam itu.
Kesimpulannya;
bisnis dan etika adalah dua hal yang berbeda dan terpisah satu sama lain.
Bahkan sebagaimana diungkapkan salah satu argumen di atas, etika justru
bertentangan dengan bisnis dan akan membuat pelaku bisnis kalah dalam
persaingan bisnis yang ketat. Maka, orang bisnis tidak perlu memeperhatikan
imbauan-imbauan, norma-norma, dan nilai-nilai moral.
Ada
beberapa argmen ayang dapat diajukan untuk memperllihatkan bahwa mitos bisnis
amoral sesungguhnya tidak sepenuhnya benar. Bahkan orang bisnis yang tulen,
yang bervisi masa depan dalam jangka panjang, akan sulit menerima kebenaran
mitos tersebut.
Bisnis
memang sering diibaeratkan dengan judi bahkan sudah dianggap sebagai semacam
judi atau permainan penuh persaingan yang ketat. Tidak ada orang yang membantah
itu. Namun bisnis tidak sepenuhnya seratus persen sama dengan judi atau
permainan.
Tidak
sepenuhnya benar bahwa sebagai sebuah permainan (judi), dunia bisnis mempunyai
aturan main sendiri yang berbeda sama sekali dari aturan yang berlaku dalam
kehidupan sosial pada umumnya. Karena kegiatan bisnis adalah kegiatan manusia,
bisnnis dapat dan memang pada tempatnya untuk dinilai dari sudut pandang moral,
dari sudut pandang baik buruknya tindakan manusia bisnis sejauh sebagai
manusia, persis sama seperti semua kegiatan manusia lainnya juga dinilai dari
sudut pandang moral.
Harus
dibedakan antara legalitas dan moraliltas. Suatu praktek atau kegiatan mungkin
saja dibenarkan dan diterima secara legal karena ada dasar hukumnya. Praktek
monopoli yang didukung kebijaksanaan pemerintah adalah contoh yang tepat
disini.
Etika
harus dibedakan dari ilmu empiris. Dalam ilmu empiris, suatu gejala atau fakta
yang berulang terus dan terjadi di mana-mana menjadi alasan yang sah bagi kita
untuk menarik sebuah teori atau hukum ilmiah yang sah dan universal.
Gerakan
dan aksi protes seperti lingkungan hidup, konsumen, buruh, wanita, dan
semacamnya dengan jelas menunjukkan nahwa masyarakat tetap mengharapkan agar
bisnis dijalankan secara baik dan etis dengan memperhatikan masalah lingkungan
hidup, hak konsumen, hak buruh, hak wanita, dan seterusnya.
2.
Keutungan
dan Etika
Perlu
digarisbawahi sejak sekarang bahwa tujuan utama bisnis adalah mengejar
keuntunga. Karena pertama, keuntungan memungkinkan perusahaan bertahan dalam
kegiatan berbisnisnya. Kedua, tanpa memperoleh keuntungan tidak ada pemilik
modal yang bersedia menanamkan modalnya, dan kerena itu berarti tidak akan
terjadi aktifitas ekonomi yang produktif demi memacu pertumbuhan ekonomi yang
menjamin kemakmuran nasional.
Ada
beberapa argumen yang dapat diajukan di sini untuk menunjukkan bahwa justru
demi memperoleh keuntungan etika sangat dibutuhkan. Pertama, dalam bisnis
modern dewasa ini para pelaku bisnis dituntut untuk menjadi orang-orang
professional dibidangnya.
Kedua,
dalam persaingan bisnis yang ketat para pelaku bisnis modern sangat sadar bahwa
konsumen adalah benar-benar raja. Karena itu, hal yang paling pokok untuk bisa
untung dan bertahan dalam pasar penuh persaingan adalah sejauh mana suatu
perusahaann bisa merebut dan mempertahankan kepercayaan konsumen.
Ketiga,
dalam sistem pasar terbuka dengan peran pemerintah yang bersifat nettral tak
berpihak tetapi efektif mejaga agar kepentingan dan hak semua pihak dijamin,
para pelaku bisnis berusaha sebisa mungkin untuk menghindari campur tangan
pemerintah, yang baginya akan sangat merugikan kelangsungan bisnisnya. Salah
satu yang paling efektif adalah dengan menjalankan bisnisnya secara baik dan
etis, yaitu dengan menjalankan bisnis sedemikian rupa tanpa secara sengaja
merugikan hak dan kepentingan semua pihak yang terkait dengan bisnisnya.
Keempat,
perusahaan-perusahaan modern juga semakin menyadari bahwa karyawan bukanlah
tenaga yang siap untuk dieksploitasi demi mengeruk keuntungan
sebesasr-besarnya. Dalam bisnis yang penuh persaingan ketat, karyawan adalah orang-orang
profesional yang tidak mudah digantikan. Karena mengganti seorang tenaga
profesional akan sangat merugikan baik dari segi finansial, waktu, energi,
irama kerja perusahaan, team-work, momentum, dan seterusnya. Dalam persaingan
yang ketat, mengganti profesional yang ada berarti kalah selangkah.
Kenyataan
ini memaksa perusahaan-perusahaan modern untuk memperhatikan hak dan
kepentingan karyawan sebaik-baiknya serta berusaha menjaga agar mereka merasa
betah bekerja pada perusahaan tersebut. Termasuk dalam usaha tersebut adalah
memberikan gaji yang baik, penghargaan yang baik, sikap yang baik, suasana
kerja yang baik, perlakuan yang adil dan fair kepada semua karyawan atas
dasar-dasar yang rasional dan objektif, perlakuan yang manusiawi, jaminan terhadap
hak-hak karyawan, dan sebagainya.
Tidak
berlebihan kalau Kenneth Blanchard dan Norman Vincet Peale mengatakan bahwa
perlakuan yang baik terhadap karyawan telah menaikkan keuntungan perusahaan
sebesar 20 persen atau telah menurunkan harga produk perusahaan yang
bersangkukra sebesar 20 persen.
Dengan
perlakuan yang baik, kerugian-kerugian yang disebabkan oleh sikap dan perilaku
buruk di pihak karyawan dan dicegah dan dengan demikian dapat menaikkan
keuntungan bagi perusahaan atau sebaliknya menurunkan harga jual produk karena
kurangnya biaya yang tidak perlu untuk menutup kerugian-kerugian yang tidak
perlu tadi.
Mitos
bisnis amoral adalah mitos yang tidak benar. Anggapan bahwa bisnis adalah
kegiatan yang amoral, yaitu kegiatan yang tidak ada sangkut pautnya dengan
moralitas, adalah sama sekali tidak benar. Bisnis sangat berkaitan dengan etika
bahkan sanagat mengandalkan etika. Dengan kata lain, bisnis memang punya etika
dan karena itu etika bisnis memang relevan untuk dibicarakan. Argumen mengenai
kaitan antara tujuan bisnis mencari keuntungan dan etika memperlihatkan secara
gamblang bahwa, dalan iklim bisnis yang terbuka dan bebas, perusahaan yang
menjalankan bisnisnya secara baik dan etis, yaitu perusahaan yang memperhatikan
hak dan kepentingan semua pihak yang terkait dengan bisnisnya, akan berhasil
dan bertahan dalam kegiatan bisnisnya.
Dalam
persaingan bisnis yang ketat, bisnis yang hanya mengandalkan sikap reaktif akan
selalu ketinggalan, dan jauh lebih merugikan. Yang ideal adalah sikap proaktif,
yaitu berusaha sejauh mungkin untuk mencegah timbulnya hal-hal yang merugikan
kepentingan bisnis khkususnya dalam jangka panjang. Nah, etika justru memeberi
visi jangka panjang seperti itu.
Pertanyaannya
adalah kalau begitu m,engapa masih saja ada praktek-praktek bisnis yang secara
terang-terangan melanggar norma dan nilai-nilai moral yang siapa pun akan
mengutukknya.
Pertama,
adalah hal manusiawi bahwa tidak ada seorang pun yang bersih dan seratus persen
etis dan bermoral dalam seluruh tindakannya.
Kedua,
secara khusus untuk bisnis di Indonesia, praktek bisnis yang tidak etis, tidak
baik, dan tidak fair yang sering kita temukan dalam dunia bisnis kita
sesungguhnya terutama disebabkan oleh adanya peluang yang diberikan oleh sistem
ekonomi dan politik kita. Artinya, dalam situasi di mana poerusahaan yang
menang adalah perusahaan yang mencari jalan pintas dengan mencari monopoli, hak
istimewa, perlindungan istimewa, kolusi, dan seterusnya dari pemerintah, serta
memanfaatkan jalur-jalur nepotisme yang ada, maka akan sulit untuk bisa menegakkan
praktek bisnis yang etis dan baik. Hanya kalau pemerintah benar-benar bertindak
sebagai wasit yang netral berdasarkan aturan main yang fair, objektif, dan
rasional, kesadaran mengenai pentingnya bisnis yang baik dan etis akan terwujud
dalam praktek bisnis yang memang baik dan etis, terlepas dari kenyataan bahwa
masih tetap ada juga pelanggaran di sana-sini yang memang manusiawi.
Ketiga,
ada kemungkinan lain bahwa praktek bisnis tertentu melanggar norma dan nilai
moral tertentu karena pelakunya berada dalam keadaan terpaksa. Artinya, dia
sadar betul bahwa apa yang dilakukannya jelas melanggar etika, tapi terpaksa
dilakukannya karena alasan-alasan tertentu yang masuk akal dan dapat diterima.
3.
Sasaran
dan Lingkup Etika Bisnis
Ada
tiga sasaran dan lingkup pokok etka bisnis di sini. Pertama, etika bisnis
sebagai etika profesi membahas berbagai prinsip, kondisi, dan masalah yang
teerkait dengan praktek bisnis yang baik dan etis. Dengan kata lain, etika
bisnis pertama-tama bertujuan untuk mengimbau para pelaku bisnis untuk
menjalankan bisnisnya secara baik dan etis. Termasuk didalamnya imbauan itu
didasarkan juga pada hakekat dan tujuan bisnis, yaitu utuk meraih keuntungan.
Dalam hal ini para pelaku bisnis diimbau untuk berbisnis secara baik dan etis karena
bisnis yang baik dan etis menunjang keberhasilan bisnisnya dalam jangka
panjang.
Karena
lingkukp etika bisnis yang pertama ini lebih sering ditujukan kepada para
manajer dan pelaku bisnis, dan lebih sering berbicara mengenai bagaimana perilaku
bisnis yang baik dan etis itu, maka dalam lingkupnya yang pertama ini sering
kali etika bisnis disebut sebagai etika manajemen. Tidak hanya menyangkut
perilaku kelembagaan dalam suatu perusahaan, melainkan juga menyangkut perilaku
bisnis yang baik dan etis secara individual dalam interaksinya dengan pihak
lain.
Sasaran
kedua dari etika bisnis, yang jarang disinggung adalah untuk menyadarkan kepada
masyarakat khususnya konsumen, buruh atau karyawan, dan masyarakat luas pemilik
aset umum semacam lingkungan hidup, akan hak dan kepentingan mereka yang tidak
boleh dilanggar oleh praktek bisnis siapa pun juga.
Sasaran
kedua ini sangat penting dan vital dalam kondisi bisnis modern sekarang ini.
Kenyataan menunjukkan bahwa bisnis dewasa ini mempengaruhi kehidupan hampir
semua anggota masyarakat tanpa terkecuali, entah sebagai pekerjam konsumen, atau
pemilik aset umum tertentu.
Pada
sasaran kedua ini, etika bisnis lalu bisa menjadi sangat subversif. Subversif
karena ia menggugah, mendorong, dan membangkitkan kesadaran masyarakat untuk
tidak dibodoh-bodohi, dirugikan, dan diperlakukan secara tidak adil dan tidak
etis oleh praktek bisnis pihak mana pun.
Ketiga,
etika bisnis juga berbicara mengenai sistem ekonomi yang sangat menentukan etis
tidaknya praktek bisnis. Dalam hal ini, etika bisnis lebih bersifat makro, yang
karena itu barangkali lebih tepat disebut sebagai etika ekonomi. Dengan kata
lain, dalam lingkup ini, etika bisnis menekankan pentingnya kerangka
legal-politis bagi praktek bisnis yang baik, yaitu pentingnya hukum dan aturan
bisnis serta peran pemerintah yang efektif menjamin keberlakuan aturan bisnis
tersebut secara konsekuen tanpa pandang bulu.
Senin, 28 Januari 2013
PENGELOLAAN TENAGA KEPENDIDIKAN
PENDAHULUAN
Dalam rangka perkembangan organisasi dari waktu ke waktu di berbagai negara memunculkan kesepakatan bahwa sumber daya manusia merupakan aspek yang sangat penting, karena kontribusi sumber daya manusia dinilai sangat signifikan dalam pencapaian tujuan organisasi. Dalam rangka pencapaian tujuan organisasi melalui pengelolaan sumber daya manusia yang dimiliki secara tepat dan relevan maka aktivitas yang berkenaan dengan manajemen sumber daya manusia menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari dinamika suatu organisasi.
Mengacu pada era globalisasi yang menuntut keunggulan bersaing dari setiap organisasi, persaingan global telah meningkatkan standar kinerja dalam berbagai dimensi, meliputi kualitas, biaya dan operasionalisasi yang lancar. Penting pula pengembangan lanjut dari organisasi dan para pegawainya. Dengan menerima tantangan yang ditimbulkan dari standar yang makin meningkat ini, organisasi yang efektif bersedia melakukan hal-hal penting untuk dapat bertahan dan meningkatkan kemampuan strategis. Hanya dengan mengantisipasi tantangan ini, organisasi dapat meningkatkan kemampuannya dan para pegawai dapat mempertajam keahlian mereka.
Dalam sistem pendidikan nasional, organisasi yang bergerak dalam sistem tersebut merupakan sub sistem yang memiliki sumber daya manusia yang perlu dikelola secara tepat. Secara nyata mereka adalah para tenaga kependidikan yang memiliki peran sangat penting dalam mewujudkan tujuan organisasi pendidikan yang pada gilirannya memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pencapaian tujuan pendidikan nasional.
Di tingkat nasional, pengelolaan tenaga kependidikan merupakan langkah penting dalam mewujudkan sistem pendidikan nasional yang efektif dan efisien. Tenaga-tenaga handal dalam dunia pendidikan hanya akan diperoleh jika sistem pendidikan telah memiliki mekanisme yang ideal untuk melakukan perekrutan, seleksi, penempatan, pembinaan, evaluasi dan pemberhentian yang tepat. Dengan kata lain sistem pendidikan nasional memerlukan mekanisme pengelolaan tenaga kependidikan yang searah dengan pencapaian tujuan pendidikan nasional.
1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas, yaitu tugas kelompok Mata Kuliah Pengelolaan Pendidikan.
1.3 Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam makalah ini adalah studi pustaka, tersusun atas beberapa referensi.
BAB 2
PENGELOLAAN
TENAGA KEPENDIDIKAN
Menurut perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, yaitu Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No.20 Tahun 2003, khususnya Bab I Pasal 1 ayat (5) menyebutkan bahwa tenaga kependidikan itu adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggarakan pendidikan.
2.2 Jenis-jenis Tenaga Kependidikan
Dilihat dari jabatannya, tenaga kependidikan dibedakan menjadi tenaga struktural, tenaga fungsional dan tenaga teknis penyelenggara pendidikan. Tenaga struktural merupakan tenaga kependidikan yang menempati jabatan-jabatan eksekutif umum (pimpinan) yang bertanggung jawab baik langsung maupun tidak langsung atas satuan pendidikan. Tenaga fungsional merupakan tenaga kependidikan yang menempati jabatan fungsional yaitu jabatan yang dalam pelaksanaan pekerjaannya mengandalkan keahlian akademis kependidikan. Sedangkan tenaga teknis kependidikan merupakan tenaga kependidikan yang dalam pelaksanaan pekerjaannya lebih dituntut kecakapan teknis operasional atau teknis administratif.
Status
Ketenagaan
|
Tempat
Kerja di Sekolah
|
Tempat
Kerja di Luar Sekolah
|
Tenaga Struktural
|
* Kepala Sekolah
* Wakil Kepala Sekolah- Urusan Kurikulum - Urusan Kesiswaan - Urusan Sarana dan Prasarana - Urusan Pelayanan Khusus |
* Pusat : Menteri, Sekjen, Dirjen
* Wilayah : Ka.Kanwil ; Kormin ; Kepala Bidang* Daerah : Kakandepdiknas Kab./Kec. : Kasi |
Tenaga Fungsional
|
* Guru
* Pembimbing/Penyuluh (Guru BP)* Pengembangan Kurikulum dan Teknologi Kependidikan * Pengembang tes * Pustakawan |
* Penilik
* Pengawas* Pelatih * Tutor & Fasilitator * Pengembangan Pendidikan |
Tenaga Teknis
|
* Laboran
* Teknisi Sumber Belajar* Pelatih (Olahraga) ; Kesenian & Keterampilan * Petugas TU |
* Teknisi Sumber Belajar/Sanggar Belajar
* Petugas TU |
Tenaga kependidikan merupakan hasil analisis jabatan yang dibutuhkan oleh suatu sekolah atau satuan organisasi yang lebih luas. Sejalan dengan UU No.22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah dan PP No.25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai daerah otonom, maka jenis-jenis tenaga kependidikan dapat bervariasi sesuai kebutuhan organisasi yang bersangkutan.
2.3 Tugas Tenaga Kependidikan
Pasal 39 ayat (1) Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No.20 Tahun 2003 menjelaskan bahwa tugas tenaga kependidikan itu adalah melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan.
Jabatan
|
Deskripsi
Tugas
|
Kepala Sekolah
|
Bertanggung jawab atas keseluruhan
kegiatan penyelenggaraan pendidikan di sekolahnya baik ke dalam maupun ke
luar yakni dengan melaksanakan segala kebijaksanaan, peraturan dan
ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh lembaga yang lebih tinggi.
|
Wakil Kepala Sekolah (Urusan Kurikulum)
|
Bertanggung jawab membantu Kepala Sekolah
dalam penyelenggaraan kegiatan-kegiatan yang berkaitan langsung dengan
pelaksanaan kurikulum dan proses belajar mengajar
|
Wakil Kepala Sekolah (Urusan Kesiswaan)
|
Bertanggung jawab membantu Kepala Sekolah
dalam penyelenggaraan kegiatan kesiswaan dan ekstrakurikuler
|
Wakil Kepala Sekolah (Urusan Sarana dan
Prasarana)
|
Bertanggung jawab atas kegiatan-kegiatan
inventaris pendayagunaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana serta keuangan
sekolah
|
Wakil Kepala Sekolah (Urusan Pelayanan
Khusus)
|
Bertanggung jawab membantu Kepala Sekolah
dalam penyelenggaraan pelayanan-pelayanan khusus, seperti hubungan masyarakat,
bimbingan dan penyuluhan, usaha kesehatan sekolah dan perpustakaan sekolah.
|
Pengembang Kurikulum dan Teknologi
Pendidikan
|
Bertanggung jawab atas penyelenggaraan
program program-program pengembangan kurikulum dan pengembangan kurikulum dan
pengembangan alat bantu pengajaran
|
Pengembang Tes
|
Bertanggung jawab atas penyelenggaraan
program-program pengembangan alat pengukuran dan evaluasi kegiatan-kegiatan
belajar dan kepribadian peserta didik
|
Pustakawan
|
Bertanggung jawab atas penyelenggaraan
program kegiatan pengelolaan perpustakaan sekolah
|
Laboran
|
Bertanggung jawab atas penyelenggaraan
program kegiatan pengelolaan laboratorium di sekolah
|
Teknisi Sumber Belajar
|
Bertanggung jawab atas pengelolaan dan
pemberian bantuan teknis sumber-sember belajar bagi kepentingan belajar
peserta didik dan pengajaran guru
|
Pelatih
|
Bertanggung jawab atas penyelenggaraan
program-program kegiatan latihan seperti olahraga, kesenian, keterampilan
yang diselenggarakan
|
Petugas Tata Usaha
|
Bertanggung jawab atas penyelenggaraan
kegiatan-kegiatan dan pelayanan administratif atau teknis operasional
pendidikan di sekolah
|
2.4 Pengertian Pengelolaan Tenaga Kependidikan
Pengelolaan tenaga kependidikan merupakan rangkaian aktivitas yang integral, bersangkut-paut dengan masalah perencanaan, perekrutan, penempatan, penempatan, pembinaan atau pengembangan penilaian dan pemberhentian tenaga kependidikan dalam suatu sistem kerja sama untuk mencapai tujuan pendidikan dan mewujudkan fungsi sekolah yang sebenarnya.
2.5 Tujuan Pengelolaan Tenaga Kependidikan
Adapun tujuan pengelolaan tenaga kependidikan itu adalah agar mereka memiliki kemampuan, memotivasi, kreativitas untuk:
1) Mewujudkan sistem sekolah yang mampu mengatasi kelemahan-kelemahan sendiri
2) Secara berkesinambungan menyesuaikan program pendidikan sekolah terhadap kebutuhan kehidupan (belajar) peserta didik dan terhadap persaingan kehidupan di masyarakat secara sehat dan dinamis
3) Menyediakan bentuk kepemimpinan yang mampu mewujudkan human organization
4) Peningkatan produktivitas pendidikan sebagai panduan fungsi keefektifan, efisiensi, dan ekuitas
5) Menjamin kelangsungan usaha-usaha ke arah terwujudnya keseimbangan kehidupan organisasi melalui usaha-usaha menyerasikan tujuan-tujuan individu dengan tujuan-tujuan sistem organisasi pendidikan
6) Mewujudkan kondisi dan iklim kerja sama organisasi pendidikan yang mendukung secara maksimal pertumbuhan profesional dan kecakapan teknis setiap tenaga kependidikan
2.6 Dimensi Pengelolaan Tenaga Kependidikan
2.6.1 Perencanaan Tenaga Kependidikan
Perencanaan tenaga kependidikan merupakan suatu proses yang sistematis dan rasional untuk memberikan jaminan bahwa penetapan jumlah dan kualitas tenaga kependidikan dalam berbagai formasi dan dalam jangka waktu tertentu benar-benar representatif dapat menuntaskan tugas-tugas organisasi pendidikan.
Beberapa metode untuk melakukan perencanaan kebutuhan tenaga kependidikan, misalnya:
1) Expert estimate yaitu prediksi yang dilakukan oleh para ahli karena para ahli ini dianggap lebih memahami tuntutan-tuntutan ketenagakerjaan
2) Historical comparison yaitu prediksi yang didasarkan atas kecenderungan yang terjadi pada masa sebelumnya
3) Task analysis yaitu penentuan kebutuhan tenaga didasarkan atas tuntutan spesifikasi pekerjaan yang ditetapkan
4) Correlation technique suatu penentuan kebutuhan didasarkan atas perhitungan-perhitungan korelasi secara statistik, terutama kepentingan yang menyangkut perubahan-perubahan yang terjadi dalam persyaratan-persyaratan ketenagakerjaan, sumber-sumber keuangan dan program-program yang ditetapkan
5) Modelling yaitu penetapan kebutuhan tenaga tergantung pada model keputusan yang biasa dibuat
2.6.2 Perekrutan Tenaga Kependidikan
Perekrutan atau penarikan tenaga kependidikan merupakan usaha-usaha yang dilakukan untuk memperoleh tenaga kependidikan yang dibutuhkan untuk mengisi jabatan-jabatan tertentu yang masih kosong. Perekrutan ini merupakan usaha-usaha mengatur komponis tenaga kependidikan secara seimbang sesuai dengan tuntutan pelaksanaan tugas kependidikan melalui penyeleksian yang dilakukan.
Langkah penting dalam proses perekrutan sebagai kelanjutan perencanaan tenaga kependidikan:
1) Menyebarluaskan pengumuman tentang kebutuhan tenaga kependidikan dalam berbagai jenis dan kualifikasi sebagaimana proses perencanaan yang telah ditetapkan
2) Membuka pendaftaran bagi pelamar atau sesuai dengan persyaratan-persyaratan yang ditetapkan baik persyaratan-persyaratan administratif maupun persyaratan akademis
3) Menyelenggarakan pengujian berdasarkan standar seleksi dan dengan menggunakan teknik-teknik seleksi atau cara-cara tertentu yang dibutuhkan. Standar seleksi menyangkut:
a) Umur
b) Kesehatan fisik
c) Pendidikan
d) Pengalaman
e) Tujuan-tujuan
f) Perangai
g) Pengetahuan umum
h) Keterampilan komunikasi
i) Motivasi
j) Minat
k) Sikap dan nilai-nilai
l) Kesehatan mental
m) Kepantasan bekerja di dunia pendidikan
n) Faktor-faktor lain yang ditetapkan
Teknik-teknik seleksi yang dapat digunakan atau cara-cara yang dapat ditempuh melalui:
1) Pengumpulan informasi tentang calon-calon yang memberi harapan baik. Informasi ini dapat mencakup “personal references” dan “employment references”. Sejumlah infornasi ini dapat diperoleh melalui dokumen-dokumen atau berkas-berkas lamaran yang masuk dan dapat pula dilakukan melalui kontak-kontak lainnya
2) Penyelenggaraan “testing” secara tertulis, misalnya penggunaaan tes-tes psikologis, tes-tes pengetahuan, dan bentuk tes yang mengukur beberapa bagian pekerjaan yang akan diemban
3) Penyelenggaraaan testing secara lisan dan wawancara seleksi, yaitu percakapan formal yang dilakukan secara cukup mendalam untuk mengevaluasi calon
4) Pemeriksaan medis atau kesehatan calon, baik dengan menunjukkan informasi kesehatan, maupun pemeriksaan yang dilakukan sacara langsung oleh tim yang sengaja dibentuk
2.6.3 Menetapkan Calon yang dapat Diterima
Penetapan atas calon-calon yang diterima ini dapat diputuskan oleh atasan langsung atau oleh bagian personalia/kepegawaian. Keputusan ini merupakan akhir dari kegiatan penyelenggaraan seleksi. Untuk mengantarkan tenaga-tenaga kependidikan diperlukan kegiatan-kegiatan penempatan, penugasan, dan orientasi.
Penempatan merupakan tindakan pengaturan atas seseorang untuk menempati suatu posisi atau jabatan. Penugasan merupakan tindakan pemberian tugas tanggung jawab kepada tenaga kependidikan sesuai dengan kemampuannya, yaitu kemampuan dalam melaksanakan pekerjaan dengan mutu yang paling diharapkan. Orientasi merupakan upaya memperkenalkan seorang tenaga kependidikan yang baru terhadap situasi dan kondisi pekerjaan atau jabatan.
2.6.4 Pembinaan / Pengembangan Tenaga Kependidikan
Pembinaan atau pengembangan tenaga kependidikan merupakan usaha mendayagunakan, memajukan dan meningkatkan produktivitas kerja setiap tenaga kependidikan yang ada di seluruh tingkatan manajemen organisasi dan jenjang pendidikan. Tujuan dari kegiatan pembianaan ini adalah tumbuhnya kemampuan setiap tenaga kependidikan yang meliputi pertumbuhan keilmuan, wawasan berpikir, sikap terhadap pekerjaan dan keterampilan dalam pelaksanaan tugas sehari-hari sehingga produktivitas kerja dapat ditingkatkan.
Prinsip yang patut diperhatikan dalam penyelenggaraan pembinaan teaga kependidikan, yaitu:
1) Dilakukan untuk semua jenis tenaga kependidikan baik untuk tenaga stuktural, tenaga fungsional maupun tenaga teknis penyelengara pendidikan
2) Berorientasi pada perubahan tingkah laku dalam rangka peningkatan kemampuan profesional dan atau teknis untuk pelaksanaan tugas sehari-hari sesuai dengan posisinya masing-masing
3) Mendorong peningkatan kontribusi setiap individu terhadap organisasi pendidikan tau sistem sekolah; dan menyediakan bentuk-bentuk penghargaan, kesejateraan dan insentif sebagai imbalan guna menjamin terpenuhinya secara optimal kebutuhan sosial ekonomis maupun kebutuhan sosial-psikologi
4) Mendidik dan melatih seseorang sebelum maupun sesudah menduduki jabatan/posisi
5) Dirancang untuk memenuhi tuntutan pertumbuhan dalam jabatan, pengembangan profesi, pemecahan masalah, kegiatan remidial, pemeliharaan motivasi kerja dan ketahanan organisasi pendidikan
6) Pembinaan dan jenjang karir tenaga kependidikan disesuaikan dengan kategori masing-masing jenis kependidikan itu sendiri.
Cara yang lebih populer adalah melalui penataran (inservice training) baik dalam rangka penyegaran maupun dalam rangka peningkatan kemampuan tenaga kependidikan. Cara-cara lainnya dapat dilakukan sendiri-sendiri (self propelling growth) atau bersama-sama (collaborative effort), misalnya mengikuti kegiatan atau kesempatan; ore-service training, on the job training, seminar, workshop, diskusi panel, rapat-rapat, simposium, konferensi dan sebagainya.
2.6.5 Penilaian Tenaga Kependidikan
Penilaian tenaga kependidikan merupakan usaha yang dilakukan untuk mengetahui seberapa baik performa seseorang tenaga kependidikan dalam melaksanakan tugas pekerjaannya dan seberapa besar potensinya untuk berkembang. Performa ini mencakup prestasi kerja, cara kerja dan pribadi; sedangkan potensi untuk berkembang mencakup kreativitas dan kemampuan mengembangkan karir.
Penilaian tenaga kependidikan bukan hanya dimaksudkan untuk kenaikan dalam jabatan atau promosi, perpindahan jabatan atau mutasi bahkan turun jabatan atau demosi, melainkan juga berguna untuk perbaikan prestasi kerja, penyesuaian gaji/tunjangan/insentif, penyelenggaraan pendidikan dan latihan, pengembangan karir, perancang bangunan pekerjaan, pengembangan dan perolehan kesempatan kerja secara adil an dalam rangka menghadapi tantangan-tantangan eksternal keorganisasian. Penilaian diselenggarakan secara kooperatif, komprehensif.
Sedangkan cara-cara yang ditempuh dapat menggunakan berbagai metode, seperti:
1) Rating scale, yaitu penilaian atas prestasi kerja personil yang didasarkan pada skala tertentu misalnya sangat baik, baik, sedang, jelek, sangat jelek.
2) Weighted performance checklist, yaitu penilaian atas prestasi kerja personil yang didasarkan pada kriteria tertentu dengan menggunakan bobot penilaian
3) Critical incident method, yaitu metode penilaian yang didasarkan atas perilaku-perilaku sangat baik dari seseorang dalam pelaksanaan pekerjaan
4) Test and observation, yaitu penilaian prestasi kerja didasarkan atas tes pengetahuan dan keterampilan dan atau melalui observasi
5) Rank method, yaitu penilaian yang dilakukan untuk menentukan siapa yang lebih baik dengan menempatkan setiap personil dalam urutan terbaik hingga terburuk
6) Forced distribution, yaitu penilaian atas personil yang kemudian dikategorikan dalam kategori yang berbeda
7) Self appraisals yaitu penilaian oleh diri sendiri dimaksudkan untuk mempelajari pengembangan diri dan sebagainya
Dalam perkembangan organisasi yang sedemikian pesat, penilaian bukan hanya dilakukan terhadap individu saja, tetapi penilaian dapat merupakan penilaian terhadap performa suatu kelompok kerja atau bahkan terhadap organisasi.
2.6.6 Kompensasi Bagi Tenaga Pendidik
Kompensasi merujuk pada semua bentuk upah atau imbalan yang berlaku bagi suatu pekerjaan. Secara umum kompensasi ini memiliki dua komponen, yaitu kompensasi langsung berupa upah, gaji, insentif, komisi dan bonus; dan kompensasi tidak langsung, misalnya berupa asuransi kesehatan, fasilitas untuk rekreasi dan sebagainya.
Bagi tenaga kependidikan di
2.6.7 Pemberhentian Tenaga Kependidikan
Pemberhentian tenaga kependidikan merupakan proses yang membuat seseorang tenaga kependidikan tidak dapat lagi melaksanakan tugas pekerjaan atau fungsi jabatannya baik untuk sementara waktu maupun untuk selama-lamanya.
Banyak alasan yang menyebabkan seorang tenaga kependidikan berhenti dari pekerjaannya, yaitu:
1) Permintaan sendiri untuk berhenti
2) Mencapai batas usia pensiun menurut ketentuan yang berlaku
3) Penyederhanaan organisasi yang menyebabkan adanya penyederhanaan tugas di satu pihak sedang di pihak lain diperoleh kelebihan tenaga kerja
4) Melakukan penyelewengan atau tindakan pidana
5) Tidak cukup jasmani atau rohani
6) Meninggalkan tugas dalam jangka waktu tertentu sebagai pelanggaran atas ketentuan yang berlaku
7) Meninggal dunia atau karena hilang sebagaimana dinyatakan oleh pejabat yang berwenang
2.7 Tantangan-Tantangan dalam Pengelolaan Tenaga Kependidikan
Dewasa ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sedemikian pesat, sehingga organisasi pendidikan sudah selayaknya untuk dapat mengantisipasi secara lebih pro aktif. Eksistensi tenaga kependidikan yang berada di lingkungan organisasi pendidikan senantiasa harus dapat menyesuaikan dengan tuntutan perubahan dan perkembangan yang terjadi di sekitarnya, sesuai dengan dinamika dunia pendidikan yang sangat cepat. Seiring dengan kondisi tersebut, maka usaha untuk mencapai tujuan pendidikan melalui pengelolaan tenaga kependidikan akan sangat menantang dan perlu kerja keras serta partisipasi dari semua pihak.
Gambaran tentang tantangan berbagai tantangan yang dihadapi dalam pengelolaan tenaga kependidikan adalah :
1) Profesi dalam bidang kependidikan masih belum luas dikenal oleh masyarakat sehingga kurang mendukung terhadap pengembangan profesi, karena salah satu ukuran profesi adalah pengakuan dari masyarakat tentang eksistensi profesi tersebut
2) Adanya perilaku tenaga kependidikan yang kurang menguntungkan, seperti : perilaku yang paternalistik, kepatuhan semu, kekurangmandirian dalam bekerja sama
3) Perilaku tenaga kependidikan yang cenderung primordialisme, yaitu enggan meninggalkan tempat asalnya, sehingga pemerataan tenaga ahli di bidang kependidikan sangat sulit dilaksanakan
4) Mutasi yang terjadi di lingkungan organisasi kadang berkonotasi buruk akibatnya perpindahan tenaga kependidikan dari satu wilayah ke wilayah lain sangat jarang dilakukan
5) Produktivitas kerja masih dianggap rendah yang diakibatkan oleh kecerobohan-kecerobohan dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatan pengelolaan tenaga kependidikan itu sendiri
6) Perubahan di luar sistem sekolah / sistem sekolah, yang diakibatkan oleh laju pertumbuhan penduduk, kemajuan IPTEK dan perubahan-perubahan global, regional, atau lokal yang terjadi dalam kondisi sosial, ekonomi, dan budaya.
7) UUPD No.22 Tahun 1999 dan PP No.25 Tahun 2000, maka pengadaan tenaga kependidikan di tingkat makro akan beralih dari Pusat ke Daerah Tingkat I, sehingga tidak mustahil daerah harus dapat merencanakan sendiri kebutuhan tenaga kependidikan secara akurat
Dengan demikian pengelolaan tenaga kependidikan pada gilirannya merupakan implementasi fungsi manajemen sumber daya manusia yang diupayakan untuk mendukung pencapaian tujuan pendidikan di tingkat lembaga maupun nasional melalui perolehan tenaga kependidikan yang handal dan unggul.
BAB 3
PENUTUP
3.1 KesimpulanPengelolaan tenaga kependidikan merupakan langkah penting dalam mewujudkan sistem pendidikan nasional yang efektif dan efisien. Tenaga-tenaga handal dalam dunia pendidikan hanya akan diperoleh jika sistem pendidikan telah memiliki mekanisme yang ideal untuk melakukan perekrutan, seleksi, penempatan, pembinaan, evaluasi dan pemberhentian yang tepat. Dengan kata lain sistem pendidikan nasional memerlukan mekanisme pengelolaan tenaga kependidikan yang searah dengan pencapaian tujuan pendidikan nasional.
3.2 Saran
Pemerintah lebih meningkatkan kualitas tenaga kependidikan sehingga pendidikan di
DAFTAR
PUSTAKA
Tim Dosen Jurusan Administrasi Pendidikan UPI. 2005.
Pengantar Pengelolaan Pendidikan. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No.20 Tahun 2003
Langganan:
Postingan (Atom)