- PENDAHULUAN
Apabila dikaji secara mendalam tentang aliran-aliran
dalam Islam, maka akan ditemukan aliran Syi’ah .) Aliran ini timbul akibat
gejolak politik antar Ali bin Abi Thalib dan Mu’awiyah ibn Abu Sufyan. Dalam
Syi’ah terdapat sekte Imamiyah ) yang menjadi embrio timbulnya sekte Ithna
Ashar ) dan sekte Imam Sab’ah )atau yang lebih dikenal dengan sekte
Isma’iliyah. )Sekte Isma’iliyah mempunyai beberapa aliran ), salah satunya
adalah aliran Fatimiyah. )
Dalam perkembangan sejarahnya, aliran Syi’ah selalu
menjadi golongan marginal, baik pada masa daulah Umaiyah maupun daulah Abasiyah,
walaupun tatkala Daulah Abasiyah berjuang dan berhasil mengambil alih kekuasaan
dari bani Umayyah mempunyai andil besar. Baru pada tahun 172 Hijriyah/ 789
Masehi berdiri Dinasti Idrisiyah yang didirikan oleh Muhammad ibn Abdullah di
Maroko. Dinasti Idrisiyah berkuasa sampai tahun 314 Hijriyah/ 926 Masehi. )
Kondisi marginalistik ini membangkitkan aliran Syi’ah
dari sekte Isma’iliyah. Gerakan Isma’iliyah ini dipelopori oleh Abdullah ibn
Isma’il bersifat gerakan bawah tanah (rahasia). Hal ini disebabkan antara lain
sikap Khalifah Harun Al-Rashid yang ingin menangkapnya karena dituduh ingin
merebut kekuasaannya. ) Konon, setelah menerima kabar akan penangkapan dirinya,
Abdullah meloloskan dirinya dari Madinah ke kota Rayy dalam wilayah Iran Utara. Dari
sinilah Abdullah mulai melancarkan gerakan bawah tanah yang terkenal dengan
gerakan Isma’iliyah. Gerakan ini dimulai dengan kegiatan dakwah (propaganda).
Doktrin yang didakwahkan antara lain bahwa Abdullah yang berhak menduduki
Al-Mahdi (juru selamat manusia), menebalkan seorang khalifah (imam) untuk
gerakan itu, menuntut berlangsungnya suatu revolusi social, membangun suatu sistem
filasafat yang berdasarkan sebuah agama baru. ) Penyebaran doktrin ini
dilaksanakan oleh paragon (da’i) dengan jaringan yang teroganisir secara rapi,
sehingga gerakan Isma’iliyah ini merasa aman dan dirasakan cukup efektif, yang
pada waktu singkat (sekitar 6 tahun) sudah meliputi Yaman, Bahrain, Sind,
India, Mesir dan Afrika Utara. )
Sebenarnya sasaran dakwah gerakan Isma’iliyah itu
masih termasuk dalam kekuasaan Daulah Abbasiyah, yang ketika itu posisi
khalifah tidak hanya sebagai simbol dan daerah-daerah itu jauh dari pusat
kekuasaan. Hal-hal yang demikian ini dimanfaatkan oleh Abdullah segera mendapat
dukungan di kalangan masyarakat luas, termasuk para pembesar kerajaan tidak
kurang dari sepuluh orang sudah menganut faham Syi’ah. Pada saat itu Afrika
Utara dikuasai oleh Dinasti Aqhlabiyah. Pada tahun 296 Hijriyah/ 909 Masehi
Dinasti Aqhlabiyah diperintah oleh Emir Abu Mudhari Ziadatullah yang bersifat
glamour dan berfoya-foya. Sifatnya itu sangat tidak disukai rakyatnya, sehingga
kesempatan ini dipergunakan oleh Abdullah untuk menyerangnya. Dalam serangan
ini Emir merasa terdesak dan melarikan diri ke pulau Sicilia. Dengan dikuasainya
Afrika Utara ini kemudian diumumkan terbentuknya Dinasti Fatimiyah dan Abdullah
sebagai Emirnya dengan gelar Abdullah A-Mahdi. )
Setelah menjadi Emir, Abdullah Al-Mahdi mengadakan
reformasi ke dalam, yaitu merubah sistem perpajakan yang sangat memberatkan dan
meresahkan orang Barbar. Hal ini dilakukan karena andil orang Barbar sangat
besar. Reformasi ke luar adalah memperkuat angkatan laut untuk mengembangkan
ekspedisi militer, seperti Genao, Sicilia dan Mesir. ) Berkat angkatan laut
yang kuat daerah per daerah dapat ditaklukkan, termasuk Mesir. Dalam makalah
ini akan dibahas tentang terbentuknya Dinasti Fatimiyah, perkembangan, kemajuan
dan kehancurannya.
- TERBENTUKNYA DINASTI FATIMIYAH
DI MESIR
Mesir ketika itu dikuasai oleh Dinasti Thaluniyah.
Pada saat inilah Mesir mengalami zaman keemasan. ) Ahmad ibn Thalun (pendiri
dinasti ini) telah dapat mengukir prestasi yang mengagumkan. Wilayah
ekspansinya cukup luas sampai Syuriah, ada peningkatan bidang ekonomi,
perbaikan irigasi, mendirikan rumah sakit di Fustat dan mendirikan Masjid Ibn
Thalun yang sangat megah. ) Kondisi ini membawa Mesir sebagai pusat kebudayaan
yang ternama. Dinati Thaluniyah berkuasa di Mesir sampai tahun 935 Masehi dan
digantikan oleh Dinasti Ikhsyid. ) Dinasti Ikhsyid berkuasa sampai tahun 358
Hijriyah/ 969 Masehi. Dan Emir yang terkenal adalah Kafur. )
Sepeninggalan Kafur diteruskan oelh Ahmad ibn Ali yang
ketika menjadi emir baru berusia 11 tahun. Roda pemerintahan dikendalikan oleh
walinya bernama Ubaidillah ibn Tugj. Sifat dan perangai wali ini sangat buruk,
sehingga sering menjengkelkan rakyat Mesir. Tidak kuat menerima perlakuan yang
demikian, akhirnya rakyat Mesir memberontak dan berhasil menyingkirkan
Ubaidillah ke Syam.
Sementara itu Dinasti Fatimiyah yang berpusat di
Tusinia senantiasa memperkuat dan membangun kekuatan militernya. Sepeninggal
Ubaidillah Al-mahdi yang telah berkuasa selama 25 tahun (297 hijriyah/ 909
Masehi – 322 Hijriyah/ 934 Masehi) lalu digantikan oleh Al-Qa’im (322 Hijriyah/
934 Masehi – 334 Hijriyah/ 945 Masehi). Ia meneruskan kebijaksanaan ayahnya,
baik ke dalam negeri ataupun ke luar negeri. Setelah Al-Qa’im meninggal
digantikan oleh putranya Al-Mansur (334 Hijriyah/ 945 Masehi – 341 Hijriyah/
952 Masehi). Ia adalah seorang pemuda yang gagah berani, sehingga tatkala Abu
Yazid memberontak dapat dikalahkan. Dan peninggalan sejarah yang termasyur
adalah bangunan Splended
City yang bernama
Al-Mansuriyah. )
Setelah Al-Mansur meninggal, digantikan oleh Al-Mu’iz
Lidini Allah (341 Hijriyah/ 945 Masehi – 365 Hijriyah/ 975 Masehi). Ia
mengambil kebijaksanaan untuk meningkatkan stabilitas keamanan, di samping
memperbaiki struktur pemerintahan dengan cara meningkatkan kualitas
gubernurnya. Yang ia lakukan adalah memberi hadiah kepada gubernur dan para
pemimpin pemerintahan lainnya yang berprestasi dan mempunyai loyalitas tinggi.
Dari gambaran kondisi Mesir dan Dinasti Fatimiyah di
Tunisia di atas, dapat ditarik benang merahnya dalam hal ekspansi militer
Fatimiyah di Mesir. Sebenarnya ekspansi di Mesir telah dimulai sejak Ubaidillah
Al-Mahdi, yaitu tahun 303 Hijriyah – 307 Hijriyah. ) Pada saat itu Mesir
dikuasai oleh Dinasti Thaluniyah dengan Emir Dukaus. Saat tentara Fatimiyah
kalah dan banyak yang cedera. Kemudian mengadakan serangan berikutnya pada
tahun 307 Hijriyah/ 919 Masehi dipimpin langsung oleh Al-Qasim. Dalam serangan
ini dapat dikuasai Iskandariyah ), Asminin dan Fuyun.
Ekspansi ketiga dilaksanakan dalam tiga periode.
Pertama pada tahun 321 Hijriyah – 324 Hijriyah. Hasil peperangan ini adalah
gencatan senjata. Kedua ekspansi militer dilaksanakan pada masa pemerintahan
Dinasti Ikhsyid. Ketiga ekspansi dilakukan pada masa pemerintahan Al-Qasim dan
Al-Mansur. Semua ekspansi itu belum dapat menaklukkan Mesir. Baru pada tahun
358 Hijriyah/ 969 Masehi Emir Mu’is Lidin Allah mengutus panglima perangnya
yang gagah perkasa, Jauhar Al-Saqly bersama dengan prajurit yang terlatih
mengadakan penyerangan ke Mesir. Jauhar Al-Saqly beserta bala tentaranya tidak
mengalami kesulitan sama sekali untuk memasuki Mesir dan dengan demikian Mesir
dapat ditaklukkan. Yang menjadi pertanyaan adalah mengapa ekspansi kali ini
begitu mudah? Sedangkan ekspansi sebelumnya mengalami kesulitan? Hal ini
disebabkan Dinasti Ikhsyid diperintah oleh Emir Ahmad ibn Ali dalam usia 11
tahun, sehingga roda pemerintahannya dijalankan oleh walinya Ubaidillah ibn
Tugj yang berperingai buruk, sehingga dalam negeri Mesir sendiri terjadi
pemberontakan antara rakyat dan Emirnya. Dengan dikalahkannya Dinasti Ikhsyid,
maka berdirilah Dinasti Fatimiyah di Mesir, walaupun belum secara resmi.
- PERKEMBANGAN DINASTI FATIMIYAH DI MESIR
Masa perkembangan ini dimulai pada tahun 358 Hijriyah/
969 Masehi sampai pada tahun 362 Hijriyah/ 973 Masehi. Perkembangan di bidang
sosial, para pemimpin Fatimiyah tidak membedakan antara suku, etnis dan agama.
Keadaan ini membawa ke arah kondisi yang selalu terbina, terpelihara dan
tentram. Di bidang politik, mulai Al-Mu’z Lidin Allah memanggil dirinya dengan
sebutan Al-Khalif, bukan lagi Emir. ) Hal ini menandakan bahwa kedudukan pemerintahan
pemerintahan Dinasti Fatimiyah telah sejajar dengan kedudukan pemerintahan di Baghdad . Dan juga pada
tanggal 17 Sya’ban 308 Hijriyah/ 969 Masehi telah diletakkan batu pertama oleh
Jauhar Al-Saqly untuk membangun kota Kairo yang
dipersiapkan sebagai ibu kota
Negara. ) Dalam bidang agama atau pendidikan mulai dilaksanakan pembangunan
Masjid Al-Azhar yang akan dipergunakan pusat dakwah dan sholat. Dan yang paling
penting dalam perkembangan ini adalah cita-cita untuk menjadikan kota Kairo sebagai
pusat-pusat kegiatan umat Islam, seperti tempat para ulama ahli sejarah, pusat
kitab dan berbagai macam ilmu. )
Untuk ekspansi wilayah, setelah Mesir dikuasai,
diarahkan ke wilayah timur, dari Afrika menuju Asia Barat yang meliputi Mekkah,
Medinah, Damaskus, Yaman, Libanon, Palestina dan Al-Aqsa. )
- MASA KEJAYAAN DINASTI FATIMIYAH
Setelah mengusai Mesir selama empat tahun (antara
tahun 969 – 973 Masehi), Dinasti Fatimiyah telah mengalami masa kejayaan, yang
ditandai dengan berpindahnya pusat pemerintahan ke Kairo pada tahun 973 Masehi/
362 Hijriyah. ) Farhad Daftary melukiskan sebagai “The Fatimid Period is One
the Documented Periods in Islamic History.” ) Zaman kejayaan ini ditandai
dengan kemajuan di berbagai bidang antara lain bidang politik, ilmu
pengetahuan, ekonomi, administrasi pemerintahan, militer, arsitektur, seni dan
sebagainya.
Kemajuan bidang ilmu pengetahuan. Para
pejabat pemerintah dan masyarakat sangat antusias terhadap ilmu pengetahuan.
Hal ini terbukti dengan adanya minat masyarakat yang selalu membanjiri pusat
ilmu pengetahuan, sehingga membuat senang hati khalifah yang diwujudkan dengan
memberi beasiswa bagi pelajar. ) Lembaga pendidikan banyak dibangun, seperti
Universitas Al-Azhar ) dan Al-Hikmah ) yang dilengkapi dengan perpustakaan yang
jumlah koleksi bukunya setara dengan perpustakaan Masjid Cordova di Spanyol.
Ilmu-ilmu yang berkembang pada masa kejayaan ini dapat
dikategorikan menjadi dua. Pertama, ilmu-ilmu dalam bidang agama, yang meliputi
ilmu tafsir, ilmu hadits, ilmu fiqh, ilmu tasawuf dan ilmu teologi. Kedua,
dalam bidang aqliyah, meliputi filsafat, kedokteran, fisika, kimia, dan
sejarah. Ilmu-ilmu tersebut dikembangkan oleh Dinasti Fatimiyah yang telah
berhasil mencetak pakar di bidang masing-masing. Seperti Al-Kindy ahli dalam
bidang sejarah, Ibnu Al-Haitham ahli dalam bidang fisika, kimia dan optik, Ali
ibn Yunus ahli dalam bidang astronomi, Muhammad Al-Tamimi, Musa ibn Al-Azhar
dan Ali ibn Ridwan ahli dalam bidang kedokteran, Abu Al-A’la Al-Ma’ary ahli
dalam bidang filsafat. )
Perkembangan ilmu pengetahuan yang didukung oleh
fasilitas dan sumber daya manusia yang memadai menjadikan kairo sebagai pusat
perkembangan ilmu pengetahuan di dunia Islam pada saat itu, sehingga banyak
peninggalan-peninggalan Mesir yang dijadikan referensi dan menjadi
kajian-kajian sepanjang zaman.
Kemajuan di bidang ekonomi. Dengan daerah kekuasaan yang amat luas, Dinasti Fatimiyah sangat mudah untuk mengembangkan perekonomian. Kondisi masyarakat yang aman dan tenteram serta munculnya berbagai bangunan yang megah dapat dijadikan indikasi bahwa ekonomi di Mesir mapan. Boswoth melukiskan kemajuan di bidang ekonomi ini melebihi Irak kontemporer. )
Kemajuan di bidang ekonomi. Dengan daerah kekuasaan yang amat luas, Dinasti Fatimiyah sangat mudah untuk mengembangkan perekonomian. Kondisi masyarakat yang aman dan tenteram serta munculnya berbagai bangunan yang megah dapat dijadikan indikasi bahwa ekonomi di Mesir mapan. Boswoth melukiskan kemajuan di bidang ekonomi ini melebihi Irak kontemporer. )
Bukti kemapanan dan kemajuan perekonomian adalah
dengan adanya bangunan-bangunan seperti masjid dan Universitas, juga rumah
sakit, jalan protokoler yang dilengkapi dengan lampu gemerlapan dan dibangunnya
pusat perbelanjaan (supermarket) yang jumlahnya lebih dari 20.000 buah. )
Kemajuan perekonomian juga dapat dilihat dari segi kemajuan peralatan rumah
tangga dan alat dapur yang terbuat dari emas dan perak. )
Kemajuan di bidang politik. Ekspansi militer yang dikembangkan oleh Dinasti Fatimiyah telah mencakup daerah yang sangat luas meliputi Mekkah, Medinah, Damaskus, Yaman, Libanon, Palestina dan Al-Aqsa. Dengan wilayah yang luas ini berarti kekuasaan Dinasti Fatimiyah membentang dari Atlantik di Barat hingga Yaman di Timur. ) Politik luar negeri yang dijalankan adalah menjalin kerjasama dengan Negara lain seperti Bizantium,Sind dan
Yaman. ) Para duta besar yang dikirim membawa
misi pemerintah melalui da’i-da’i.
Kemajuan di bidang politik. Ekspansi militer yang dikembangkan oleh Dinasti Fatimiyah telah mencakup daerah yang sangat luas meliputi Mekkah, Medinah, Damaskus, Yaman, Libanon, Palestina dan Al-Aqsa. Dengan wilayah yang luas ini berarti kekuasaan Dinasti Fatimiyah membentang dari Atlantik di Barat hingga Yaman di Timur. ) Politik luar negeri yang dijalankan adalah menjalin kerjasama dengan Negara lain seperti Bizantium,
Kemajuan di bidang administrasi dan militer. Di bidang
administrasi Negara secara umum tidak jauh berbeda dengan administrasi Negara
yang telah dilaksanakan oleh Bani Abbasiyah, ) walaupun tidak persis sama
sekali. Di dalam menjalankan roda pemerintahan ada system kementerian.
Kementerian ini dapat dikategorikan menjadi dua kelas. Pertama, menteri
peperangan (men of sword) yang terdiri dari pengawas militer, departemen
pertahanan dan keamanan dan pejabat tinggi lainnya. Kedua, menteri
kesekretarisan (men of the pen) yang terdiri Qoji (pemimpin percetakan), the
chief preacher (pemimpin lembaga sains), the deputy chamberlain (duta besar)
dan the reader (qori’). ) Dari tingkatan yang paling rendah dalam the men of
the pen adalah para pembantu yang terdiri dari pegawai dan sekretaris suatu
departemen.
Sedangkan di bidang militer pelaksanaannya dapat diklasifikasikan ke dalam tiga tingkatan yaitu : (1) Amirs (pegawai tinggi dan pegawai khalifah) (2) officer of the guard (pegawai biasa termasuk ilmuan) dan (3) the different regiment (pegawai yang bertugas membawa nama-nama, seperti Hafiziyah, Sudaniyah dan sebagainya. )
Sedangkan di bidang militer pelaksanaannya dapat diklasifikasikan ke dalam tiga tingkatan yaitu : (1) Amirs (pegawai tinggi dan pegawai khalifah) (2) officer of the guard (pegawai biasa termasuk ilmuan) dan (3) the different regiment (pegawai yang bertugas membawa nama-nama, seperti Hafiziyah, Sudaniyah dan sebagainya. )
Perkembangan di bidang arsitektur dan seni. Para khalifah Fatimiyah mengalir darah seni.
Ketertarikannya terhadap bidang arsitektur dan seni terlihat dengan adanya
gedung dan bangunan yang mempunyai nilai seni. Diantaranya adalah masjid-masjid
seperti Al-Azhar, ) Masjid Al-Hakim ibn Amrillah, Masjid Al-Aqmar dan Masjid
Al-Sholeh Thole. )
Di samping itu terdapat gedung-gedung yang terkenal, seperti gedung emas, gedung pembuat mata uang, gedung perpustakaan dan lain-lain. Bangunan itu dibuat bukan hanya sangat megah, tetapi mempunyai nilai seni dan arsitektur yang tinggi yang tidak kalah dengan nilai-nilai arsitektur Romawi maupun Bizantium. Perkembangan seni bukan terbatas kepada bangunan dan gedung, seni ukir keramik atau tembikar juga sudah dikenal pada saat itu.
Di samping itu terdapat gedung-gedung yang terkenal, seperti gedung emas, gedung pembuat mata uang, gedung perpustakaan dan lain-lain. Bangunan itu dibuat bukan hanya sangat megah, tetapi mempunyai nilai seni dan arsitektur yang tinggi yang tidak kalah dengan nilai-nilai arsitektur Romawi maupun Bizantium. Perkembangan seni bukan terbatas kepada bangunan dan gedung, seni ukir keramik atau tembikar juga sudah dikenal pada saat itu.
Masa kemajuan yang dialami oleh Dinasti Fatimiyah
adalah hasil kerjasama antara pemerintah dan masyarakat. Bukti kerjasama ini
telah terlihat tatkala Bani Fatimiyah baru menjalankan propaganda-propaganda
(dakwah) yang mendapat sambutan yang sangat simpatik dari lapisan masyarakat di
mana dakwah itu dilaksanakan.
- KEHANCURAN DINASTI FATIMIYAH
Fase kemunduran Dinasti Fatimiyah berawal dari adanya
konflik dengan Yunani mengenai masalah Suriyah. Pada saat bersamaan muncul pula
suatu aksi salib yang akan mengancam bahkan ingin menghancurkan Islam. Pada
pertengahan abad 12 Masehi Wajir Fatimiyah menjalin kerjasama dengan Dinasti
Zingiyah dan Nurudin dari Aleppo
untuk melawan tentara salib akan tetapi Ascelon jatuh ke tangan Crusaders
(salib). ) Sisi lain Dinasti Fatimiyah sudah terjadi perpecahan yang
mengakibatkan para khalifah pada waktu itu kehilangan banyak kekuasaan,
sedangkan wazirnya memegang kekuasaan eksekutif dan militer.
Kekacauan sekitar masalah suksesi menghilangkan
anggapan Isma’iliyah transendensi imam, kenyataannya bahwa fungsi imam
senantiasa mengalami pergeseran bertambah atau berkurang dari sifat ketuhanan.
Kekacauan itu memuncak ketika terjadi keretakan antara Nizariyah dan
Musta’liyah. Kondisi keretakan semacam ini berpengaruh terhadap stabilitas
pemerintahan khalifah. ) Sepeninggal Al-Musta’ly digantikan oleh Amir sebagai
penguasa di Mesir ketika masih berusia kanak-kanak. Sepeninggal Al-Amir Dinasti
Fatimiyah di Mesir mengalami masa kehancuran pada saat itu timbul pertentangan
faham keagamaan antara kalangan penguasa dengan mayoritas masyarakat yang
menganut Sunni. Menurut Ahmad Amin dinasti Fatimiyah berkuasa di Mesir cukup
lama tetapi belum bias men-Syi’ah-kan rakyat Mesir. )
Sementara di Aleppo Nur Al-Din mengadakan perjanjian
dengan Bizantium dan ia ingin menaklukkan beberapa wilayah termasuk Mesir.
Untuk itu Nur Al-Din mengirim jenderalnya ke Mesir untuk menaklukkan wilayah
itu. Karena suasana anarkis telah melanda Dinasti Fatimiyah, maka akhirnya pada
tahun 1171 Masehi Salahuddin dengan mudah menaklukkan dan sekaligus menghancurkan
Dinasti Fatimiyah di Mesir.
- KESIMPULAN
Dinasti Fatimiyah menganut aliran Isma’iliyah dari
faham Syi’ah. Sekte Syi’ah sendiri sepanjang sejarah menjadi masyarakat
marginal baik pada masa Daulah Umayyah maupun Abbasiyah. Kemarginalan ini
mendorong sekte Syi’ah untuk berjuang lebih keras agar dapat memperoleh kekuasaan.
Usaha untuk memperoleh kekuasaan disponsori oleh
Ubaidillah Al-Mahdi dari aliran Isma’iliyah. Perjuangan Al-mahdi yang panjang
dimulai dari pengasingannya di tanah Iran Utara. Dari sana ia mulai menghimpun kekuatan di bawah
tanah selama kurang lebih enam tahun. Kegiatan di bawah tanah ini dijalankan
melalui propaganda-propaganda (dakwah) dengan keramah tamahan dan kebaikan
hati. Propaganda ini telah menarik simpati rakyat Afrika Utara sehingga
Al-Mahdi dapat mengalahkan Dinasti Aghlabiyah di daerah Tunisia .
Setelah dapat dikalahkan Al-Mahdi baru
memproklamasikan Dinasti Fatimiyah yang berkuasa di sana . Dari Tunisia gerakan
propaganda-propaganda dikembangkan sampai ke wilayah Mesir. Dan akhirnya
wilayah Mesir dapat diduduki dan menjadikan kota
Kairo sebagai ibu kota
pemerintahan. Dinasti Fatimiyah mulai membangun kota Kairo sebagai pusat kebudayaan umat
Islam dan peninggalan-peninggalannya dijadikan kajian-kajian di masa-masa yang
akan datang.
Faham Syi’ah yang dianut oleh Dinasti Fatimiyah tidak
dapat dijadikan faham rakyatnya sehingga sebagian besar rakyatnya menganut
faham Sunni. Dalam perkembangannya Dinasti Fatimiyah mengalami perpecahan dalam
tubuhnya sendiri sehingga tidak bias mengantisipasi ancaman yang dating dari
luar. Kondisi yang lemah ini dimanfaatkan dengan baik oleh Salahuddin Al-Ayyubi
untuk dapat menaklukkan Dinasti Fatimiyah di Mesir.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdullah Munim
Hamadah, Misra wa al Fath al Islamy, t.t.p., 1970
Ahmad Amin, Zuhr
al Islam, Juz IV, Beirut ,
t.t.p., 1969
Farhad Daftary,
The Ismailis: Their History and Doctrinnis ,
New York , Cabrigde, University
Press, 1990
Fazlur Rahman,
Islam, Terj. Senoaji Sholeh, Jakarta ,
PT. Bumi Aksara, 1979
Fuad M.
Fachruddin, Perkembangan Kebudayaan Islam, Jakarta , Bulan Bintang, 1985
Sayyed Hosen
Nasr, Sains dan Peradaban di Dalam Islam, Terj. J. Wahyuddin, Bandung , Pustaka al Husna, 1986
Team Penyusun
Ensiklopedi Islam, Ensiklopedia Islam, Jakarta, Djambaran, 1992
Tidak ada komentar:
Posting Komentar