Sabtu, 16 Februari 2013

PEMIKIRAN KALAM ULAMA MODERN SYEHK MUHAMMAD ABDUH


  • Riwayat Singkat Muhammad Abduh

Syekh Muhammad Abduh-nama lengkap Muhammad bin Abduh bin Hasan Khairullah-dilahirkan didesa Mahallat Nashr Kabupaten Buhairah, Mesir, pada tahun 1849 M. ia bukan berasal dari keturunan yang kaya dan bukan pula keturunan bangsawan. Namun demikian, ayahnya terkenal sebagai orang terhormat yang suka memberi pertolongan. kekerasan yang diterapkan penguasa-penguasa Muhammad Ali dalam memungut pajak menyebabkan penduduk berpindah-pindah tempat untk menghindarinya. Abduh sendiri dilahirkan dalam kondisi yan penuh kecemasan ini.

Mula-mula Abduh dikirim ayahnya ke Masjid Al-Ahmadi Tanta-belakangan tempat ini menjadi pusat kebudayaan selain Al-Azhar. Namun sistim pengajaran disana sangat menjengkelkannya sehingga setelah dua tahun disana, ia memutuskan untuk kembali kedesanya. Dan bertani seperti saudara-saudara serta kerabatnya. Ketika kembali kedesa, ia dikawinkan. Pada saat itu ai berumur 16 tahun. Semula ia bersikeras untuk tidak melanjutkan studinya, tetapi ia kembali belajar atas dorongan pamannya, Syekh Darwish, yang banyak mempengaruhi kehidupan Abduh sebelum bertemu dengan Jamaludin Al-Afghani. Atas jasanya itu, Abduh berkata.

,”…Ia telah membebaskanku dari penjara kebodohan (the prison of ignorance) dan membimbingku menuju ilmu pengetahuan..”

Setelah menyelesaikan studi dibawah bimbingan pamannya, Abdul melanjutkan studi di Al-Azhar pada bulan pebruari 1866. Tahun 1871, Jamaludin Al-Afghani tiba di Mesir. Ketika itu Abduh masih Mahasiswa Al-Azhar menyambut kedatangannya. Ia selalu menjadi murid kesayangan Al-Afghani. Al-Afghani pulalah yang mendorong Abduh  aktif dalam bidang sosial dan politik. Artikel-artikel pembaharuannya banyak dimuat pada surat kabar Al-Ahram di kairo.

Setelah menyelesaikan studi di Al-Azhar pada tahun 1877 dengan gelar alim, Abduh mulai mengajar di Al-Azhar, di Dar Al-Ulum dan dirumahnya sendiri. Ketika Al-Afghani diusir dari Mesir pada tahun 1879 karena dituduh melakukan gerakan perlawanan terhadap Khedewi Tufiq, Abduh juga dituduh ikut campur didalamnya. Ia dubuang keluar kota kairo. Namun, pada tahun 1880, ia diperbolehkan kembali ke ibu kota, kemudian diangkat menjadi redaktur surat kabar resmi pemerintahan Mesir, Al-Waqa’i Al-Mishiriyyah. Pada waktu itu kesadaran nasiaonal Mesir mulai tampak dan dibawah pimpinan Abduh, surat kabar resmi itu memuat artikel-artikel tentang urgenitas nasional Mesir, disamping berita-berita resmi.

Setelah Revolusi Urabi 1882 (yang berakhir dengan kegagalan), Abduh-Ketika itu masih memimpin surat kabar Al-Waqa’i- dituduh terlibat dalam revolusi besar tersebut sehingga pemerintah Mesir memutuskan untuk -

mengasingkannya selam tiga tahundengan memberi hak kepadanya untuk memilih tempat pengasingannya, dan Abdul memilih Suriah. Di negeri ini, ia menetap selama setahun. Kemudian ia menyusul gurunya, Al-Afghani, yang ketika itu ia berada diparis. Diasana mereka menerbitkan surat kabar Al-Urwah Al-Wutsqa, yang bertujuan mendirikan Pen-Islam menentang penjajahan Barat, Tahun 1885, Abduh diutus oleh surat kabar termasuk keinggris untuk menemui tokoh-tokoh Negara itu yang bersimpati kepada rakyat Mesir. Tahun 1899, Abduh diangkat menjadi Mufti Mesir. Kedudukan tinggi itu dipegangnya sampai ia meninggal dunia tahun 1905.

·         Pemikiran-pemikiran Kalam Muhammad Abduh

a.       Kedudukan akal dan fungsi wahyu
ada dua persoalan pokok yang menjadi focus utama pemikiran Abduh, sebagaimana diakuinya sendiri, yaitu:

1.      Membebaskan akal pemikiran dari belenggu-belenggu taqlid yang menghambat perkembangan pengetahuan agama sebagai mana haknya salaf al-ummah (ulama sebelum abad ke-3 Hijriah), sebelum timbulnya perpecahan yakni memahami langsung dari sumber pokoknya, Al-Qur’an.
2.      Memperbaiki gaya bahasa Arab, baik yang digunakan dalam percakapan resmi dikantor-kantor pemerintahan maupun dalam tulisan-tulisan media massa.

Dua persoalan pokok itu muncul ketika ia meratapi perkembangan umat islam pada masanya. Sebagaimana dijelaskan Sayyid Qutub, kondisi umat islam saat ini dapat digambarkan sebagian “suatu masyarakat yang beku, kaku, menutup rapat-rapt pintu ijtihad, mengabaikan peranan akal dalam memahami syari’at Allah atau meng­-istibnat-kan hokum-hukum, karena mereka telah merasa cukup dengan hasil karya pendahulunya yang juga hidup dalam masa kebekuan akal (jumud) serta yang berdasarkan khurafat-khurafat.

Atas dasar kedua pokus pikirannay itu, Muhammad Abduh memberikan peranan yang diberikan olehnya sehingga Harun Nasution menyimpulkan bahwa Muhammad Abduh memberi kekuatan yang lebih tinggi kepada akal daripada Mu’tazilah. Menurut Abduh akal dapat mengetahui hal-hal berikut ini:

1.      Tuhan dan sifat-sifatnya
2.      Keberadaan hidup diakhirat
3.      Kebahagiaan jiwa diakhirat bergantung pada upaya mengenal tuhan danberbuat baik, sedangkan kesengsaraanya bergantung pada sikap tidak mengenal Tuhan dan melakukan perbuatan jahat
4.      Kewajiban manusia mengenal tuhan
5.      Kewajiban manusia untuk berbuat baik dan menjauhi perbuatan jahat untuk kebahagiaan diakhirat
6.      hukum-hukum mengenai kewajiban itu.

Dengan memperhatikan perbandingan Muhammad Abduh tentang peranan akal diatas, dapat diketahui pula bagaimana pungsi wahyu bagiya. Baginya, wahyu adalah penolong (al-mu’min). kata ini pergunakan untuk menjelaskan fungsi wahyu bagi akal manusia.

Wahyu, katanya, menolong akal untuk mengetahui sifat dan keadaan kehidupan alam akhirat. Mengatur kehidupan masyarakat atas dasar prinsip-prinsip umum yang dibawanya. Menyempurnakan akal tentang tuhan dan sifat-sifatnya. Dan mengetaui cara beribadah serta berterima kasih pada Tuhan. dengan demikian, wahyu bagi Abduh  berfungsi sebagai konfirmasi, yaitu untuk menguatkan dan menyempurnakan pengetahuan akal dan informasi.

Lebih jauh Abduh memandang bahwa menggunakan akal merupakan salah satu dasar Islam. Iman seseorang tidak sempurna kalau tidak didasarkan pada akal. Islam, katnay, adalah agama yang pertama kali mengikat persaudaraan antara akal dan agama. Menurutnya, kepercayaan kepada exsistensi tuhan juga berdasarkan akal, wahyu yang dibawa nabi tidak mungkin bertententangan dengan akal. Kalu ternya keduanya terdafat pertentangan, menurutnya, terdapat penyimpangan dalam tataran interpretasisehingga diperlikan interpretasi lainyang mendorong pada penyesuaian.

·         Kebebasan Manusia dan Fatalisme

bagi Abduh, disamping mempunyai daya pikir, manusia juga mempunyai kebebasan memilih, yan merupakan sifat dasar alami yang ada dalam diri manusia. Kalu sifat dasar ini dihilangkan dari dirinya, ia bukan manusia lagi, tetapi mahlik lain. Manusia dengan akalnya mampu mempertimbangkan akibat perbuatan yang dilakukannya. Kemudian mengambil keputusan dengan kemauwannya  sendiri, dan selanjutnya mengwujudkan perbuatannya itu dengan daya yang ada dalam dirinya.

Karena manusia menurut hokum alam dan sunnatullah mempunyai kebebasan dalam menentukankemauwan dan daya untuk mengwujudkan kemauwan, faham perbuatan yang dipaksakan manusia atau Jabariyah tidak sejalan dengan pandangan hidup Muhammad Abduh. Manusia, menurutnya, mempunyai kemampuan berpikir dan kebebasan dalam memilih, namun tidak memiliki kebebasan absolut. Ia menyebut orang yang mengatakan manusia mempunyai kebesan mutlak sebagai orang yang angkuh.
·         Sifat-Sifat Tuhan

dalam Risalah, ia menyebut sifat-sifat tuhan. Adapun mengenai sifat itu termasuk asensi tuhan atau yang lain? Ia menjelaskan bahwa hal itu terletak di luar kemampuan menusia. sungguhpun demikian, Harun Nasution melihat bahwa Abduh cenderung kepada pendapat bahwa sifat termasuk asensi Tuhan walaupun tidak secara tegas mengatakannya.

·         Kehendak Mutlak Tuhan

karena yakin akan kebebasan dan kemampuan manusia, Abduh melihat bahwa Tuhan tidak bersifat mutlak. Tuhan telah membatasi kehendak mutlak-Nya dengan memberi kebebasan dan kesanggupankepada manusia dalam mengwujudkan perbuatanperbuatannya. Kehendak mutlak Tuhan pun dibatasi oleh Sunnatullah yang telah ditetapkannya. Didalamnya terkandung arti bahwa Tuhan dengan kemauan-Nya sendiri telah membatasi kehendak-Nya dengan Sunnatullah Sunnatullah yang diciptakan-Nya untuk mengatur ala mini.

·         Keadilan Tuhan

karena memberi daya besar kepada  akal dan kebebasan manusia, Abduh mempunyai kecendrungan untuk memahami dan meninjau ala mini bukan hanya dari segi kehendak mutlak tuhan, tetapi juga dari segi pandangan dan kepentingan manusia. Ia berpendapat bahwa ala mini diciptakan untuk kepentingan manusia dan tidak satupun ciptaan Tuhan yang tidak membawa mamfaat bagi manusia. Adapum masalah keadilan Tuhan, ia memandangnya bukan hanya dari segi kemahasempurnaan-Nya, tapi juga dari pemikiran rasional manusia. Sifat ketidak adilan tidak dapat diberikan kepada Tuhan karena ketidakadilan tidak sejalan dengan kesempurnaan aturan alam semesta.



·         Antrofomorfisme

kerena Tuhan termasuk kedalam alam rohani, rasio tidak dapat menerima faham bahwa Tuhan mempunyai sifat-sifat Jasmani. Abduh, yang memberi kekuatan besar pada akal, berpendapat bahwa tidak mungkin asensi dan sifat-sifat Tuhan mengambil bentuk tubuh atau roh mahluk dialam ini. Kata-kata wajah, tangan, duduk sebaginya mesti difahami sesuai dengan pengertian yang diberikan orang arab kepadanya. Dengan demikian, katanya, kata al-arsy dalam Al-Qur’an bearti kerajaan atau kekuasaan, kata al-kursy bearti pengetahuan.

·         Melihat Tuhan

Muhammad Abduh tidak menjelaskan pendapatnya apakah Tuhan yang bersifat rohaniitu dafat dilihat oleh manusia dengan mata kepalanya dihari perhitungan kelak? Ia hanya menyebutkan bahwa orang yang percaya pada tanzih (keyakinan bahwa tidak ada suatupun dari mahluk yang menyerupai tuhan) sepakat mengatakan bahwa Tuhan tak dapat digambarkan ataupun dijelaskan dengan kata-kata. Kesanggupan melihat Tuhan dianugerahkan hanya kepada orang-orang tertentu diakhirat.

·         Perbuatan Tuhan

Karena pendafat ada perbuatan tuhan yang wajib, Abduh sefaham dengan Mu’tazilah dalam mengatakan bahwa wajib bagi tuhan untuk berbuat apa yang terbaik buat manusia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar