Senin, 04 Februari 2013

LARANGAN KORUPSI


BAB I
PENDAHULUAN

عن ابى هريرة رضى الله عنه قال : لعن رسول الله الراشى والمرتشى فى الحكم (رواه احمد والاربعة وحسنه الترمذى وصححه ابن حبان)
Artinya: “Abu Hurairah berkata Rasulullah SAW. melaknat penyuap dan yang diberi suap dalam urusan hukum.” (H.R. Ahmad dan Imam yang Empat dan dihasankan oleh Turmudzi dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban)
Di zaman sekarang, banyak sekali kasus yang berhubungan dengan korupsi dan suap-menyuap di kalangan para pejabat. Hal ini tentu sangat meresahkan masyarakat karena imbasnya kembali kepada mereka. Padahal hal itu yang sangat dilarang dalam Agama. Untuk mengatasi hal ini, diperlukan kesadaran dari masing-masing individu akan dampak buruk dari perilaku tersebut. 


BAB II
PEMBAHASAN
Pengetian Korupsi
            Korupsi adalah perbuatan mengambil uang Negara atau memanfaatkan uang Negara yang bukan haknya untuk kepentingan sendiri secara diam-diam. Koruptor adalah pencuri yang mengambil uang atau harta negara, perusahaan atau milik orang banyak dengan cara melawan hukum yang dengan tindakan itu negara dirugikan keuangannya atau merugikan perekonomian negara. Banyak kasus korupsi, apalagi kelas kakap yang sukar dituntut oleh jaksa atau lolos dari hukuman majelis hakim karena kepiawainya pengacara atau sindikat yang berada bersama tersangka atau terdakwa.[1]
            Menyuap dalam masalah hukum Islam adalah memberikan sesuatu baik berupa uang atau lainnya kepada penegak hukum agar terlepas dari ancaman hukum dan mendapat keringanan. Perbuatan sepeti inilah yang sangat dilarang dalam Islam sebagai perbuatan haram dan merugikan orang lain, sedangkan harta yang diterima dari hasil suap dan korupsi tergolong harta yang diperoleh dengan jalan batil. Allah SWT berfirman:
ولا تاء كلوا اموالكم بينكم بالباطل وتد لوا بها الى الحكام لتاء كلوا فريقا من اموال الناس وانتم تعلمون بالاسم (البقرة :188)
Artinya: "Dan janganlah sebagian kamu memakam sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil, (janganlah kamu) membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian pada harta benda orang lain dengan (jalan) berbuat dosa, padahal kamu mengetahui." (Q.S. Al-Baqarah: 188)
 Rasulullah SAW bersabda, ”Penggelapan [harta umat dan negara] adalah perkara besar dan berakibat besar. Maka, nanti di hari kiamat, jangan sampai saya melihat kalian datang sambil memikul unta yang melenguh-lenguh dan berkata, ‘Tolong saya, wahai Rasulullah!’ Saya jawab, ‘Saya tidak bisa menolongmu sedikit pun’.”
Hal senada disampaikan Rasul terhadap mereka yang memikul kuda, kambing, kain, atau emas dan perak yang pernah digelapkan di dunia. (Shahih Muslim)
  عن عبد الله بن عمرو : لعن رسول الله صلى الله عليه و سلم الرا شى والمرتشى (رواه الترمذى)
Nabi SAW juga bersabda, ”Laknat Allah terhadap penyuap dan penerima suap.” (HR Abu Dawud dan Tirmidzi).
Sementara itu, Tsauban bin Yuhdad, mantan budak yang dimerdekakan Nabi, menyatakan bahwa Rasulullah SAW melaknat penyuap, penerima suap, dan mereka yang menyaksikannya. (HR Ahmad, Thabraani, Al Bazzar dan Al Hakim).
Tragis betul nasib para koruptor, juga semua pelaku penyuapan, baik yang mengatur dan merencanakan, mengusulkan, memfasilitasi, melindungi, memberi langsung; penerima langsung maupun lewat perantara; pelaku kolusi; pemberi hadiah kepada penguasa agar berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya; makelar korupsi dan kolusi, serta segala tindakan yang sejenis dengannya. Sudah tak ditolong di akhirat, mereka pun dilaknat Allah dan Rasulullah SAW. Padahal, satu-satunya manusia yang berani menghadap Allah di hari kiamat, dan mengajukan syafaat agar manusia terhindar dari neraka adalah Nabi Muhammad SAW. Namun, terhadap koruptor, beliau menolak. Adapun laknat Allah adalah tiket masuk neraka. Laknat-Nya adalah perkara besar karena itu berarti menyerupakan laksana iblis dan setan  Bukankah kita dianjurkan ber-ta’wwudz, termasuk memulai membaca Alquran, agar Allah melindungi kita dari setan yang terkutuk?!. Allah juga melaknat orang murtad dan munafik, yang kembali kafir sesudah mengaku beriman, lalu, para pembunuh. Laknat juga isyarat azab abadi di neraka Mungkin saja karena ada iman seberat dzarrah, maka para koruptor dan pelaku penyuapan akhirnya dibebaskan dari neraka. Namun, andaikan seorang koruptor mendapat azab teringan dan itu hanya sesaat, maka sabda Rasul, ”Azab teringan di neraka adalah orang yang memakai sepatu di mana talinya dari api neraka, maka dengan itu mendidihlah otak di kepalanya.” (HR Bukhari, Muslim, dan Tirmidzi). Ketika korupsi, suap menyuap, dan sejenisnya merajalela, maka itu tanda kehancuran.
Adapun menurut Imam Asy-Syaukani[2]. Sesungguhnya keharaman suap adalah mutlak dan tidak dapat ditakshis. Namun demikian ,dalam Islam ada kaidah:
الضرورة تبيح المحضورات
(Kemadlorotan membolehkan sesuatu yang membahayakan.)
Dengan demikian jika tidak ada jalan lain bagi sesorang untuk menjaga dirinya dari kerusakan, kecuali dengan melakukan suap, ia boleh melakukannya. Namun pada dasarnya agama tidak membolehkan pemberian dan penerimaan sesuatu dari seseorang kecuali dengan hati yang tulus.

Laranagan bagi pejabat untuk menerima hadiah
Dalam Islam hadiah adalah sebagai salah satu cara untuk merekatkan persaudaraan dan persahabatan sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan Imam Malik dalam kitab muwatto’ dari al-khurasan.
تصافح يذهب الغلّ و تهاد وا تحا بوا وتذهب الشحناء (رواه الامام ما لك)
Artinya; Saling bersalamanlah kamu semua, niscaya akan menghilangkan kedengkian, saling memberi hadiahlah kamu semua niscaya akan saling mencintai dan menghilangkan percekcokan (HR. Imam Malik).
تهادوا فاءنّ الهديّة تذهب حرّ الصّدر (رواه ألترمذى)
Saling memberi hadiahlah kamu semua, sesungguhnya hadiah itu menghilangkan kebencian dan kemarahan.

Ancaman bagi orang yang melakukan Korupsi dan Suap.
Sebagaimana hadits sebagai berikut:
ما من عبد استرعاه الله رعيّة فلم يحطها بنصيحة الاّ لم يجد رائحة الجنّة
Siapa yang diamanati Allah untuk memimpin rakyat, lalu ia tidak memimpinnya dengan tuntunan yang baik, maka ia tidak akan dapat merasakan bau sorga. (Bukhori. Muslim). Yakni bila tidak merasakan bau sorga maka pasti masuk neraka.[3] 
Ini bukti amanah tidak dipegang lagi, serta urusan pemerintahan dan umat diserahkan kepada yang bukan ahlinya. Jika itu terjadi, ”Maka tunggulah kehancurannya.” (HR Bukhari).
Karena hanya dosa syirik yang tak terampuni (QS 4:48), maka bertobatlah sebelum Izrail datang menyapa, kembalikan harta umat dan negara, serta perbaiki diri dengan amal-amal baik di sisa usia.
Banyak kasus korupsi, apalagi kelas kakap yang sukar dituntut oleh jaksa atau lolos dari hukuman majelis hakim karena piawainya pengacara atau sindikat yang berada bersama tersangka atau terdakwa. Oleh karena itu, dalam kaitannya dengan kasus Usamah di atas, jaksa dan atau hakim harus berani melakukan terobosan untuk memeriksa pengacara, dokter atau para pendukung, setidaknya sebagai saksi agar seorang koruptor tidak bebas hanya karena kelincahan pengacaranya, bukan karena tersangka/terdakwa. Memang disinilah, kasus yang paling mencolok adalah terdakwa mantan Presiden Soeharto. Pengadilannya dihentikan karena menurut tim dokter, Soeharto mengalami gangguan otak permanen. Anehnya, dalam Pemilu 2004 televisi menayangkan bagaimana Soeharto ikut mencoblos di TPS. Bukankah orang yang mengalami gangguan otak tidak bisa berpikir secara normal untuk menentukan suatu pilihan yang terbaik menurut dirinya sendiri?!. Seharusnya jaksa dan hakim memeriksa tim dokter Soeharto, minimal sebagai saksi, apakah Soeharto betul-betul sakit atau sekadar sakit politik. Terobosan hukum yang diajukan ini tidak bermaksud untuk membatasi kebebasan profesi dokter dan pengacara tetapi sebagai peringatan agar pengacara berhati-hati dalam menerima perkara.
Keadilan hukum.
Sudah menjadi slogan, pencuri ayam dipenjara, koruptor bebas keluyuran. Tetapi hadits di atas menegaskan bahwa semua manusia sama di depan hukum. Inilah keadilan hukum yang harus ditegakkan sebagaimana pernyataan Nabi Muhammad dalam hadits tadi, ''Orang-orang sebelum kamu telah binasa disebabkan jika seorang bangsawan mencuri dibiarkan (tanpa hukuman), tetapi jika yang mencuri seorang awam (lemah) maka dia ditindak dengan hukuman”.












BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa pada dasarnya memberi hadiah kepada orang lain sangat baik dan dianjurkan, untuk lebih meningkatkan rasa saling mencintai. Begitu pula bagi yang diberi hadiah disunnahkan untuk menerimanya. Akan tatapi, Islam pun memberi rambu-rambu tertentu dalam masalah hadiah, baik yang berkaitan dengan yang memberi dan yang menerimanya. Dengan kata lain, tidak semua orang diperbolehkan menerima hadiah bagi seorang pejabat ataupun pemegang kekuasaan.
Hadiah yang diberikan kepada para pejabat atau yang berwenang, kecil ataupun besar wewenangnya, apabila sebelumnya tidak bisa diterima, dinilai sebagai sogokan terselubung atau suap. Sedangkan tindakan korupsi ataupun menyuap adalah perbuatan yang dilarang dalam agama Islam, bahkan sangat dibenci oleh Allah dan Rasul-Nya. Para pelakunya pun dilaknat oleh Allah dan diancam tidak akan menerima syafaat dari Nabi Muhammad kelak di hari kiamat, dan barangsiapa yang melanggar larangan Allah dan Rasul-Nya, niscaya ia akan dimasukkan ke dalam neraka. Namun demikian, kalau kaidah tersebut betul-betul murni dan  tidak ada kaitannya dengan jabatan, Islam tentu saja memperbolehkannya, misalnya sebelum dia memangku suatu jabatan, dia sudah terbiasa menerima hadiah dari seseroang dan pemberian seperti itu tidak ada kaitan dengan jabatannya, maka boleh diterima olehnya.
Wallahu a’lam bisshawab.



DAFTAR PUSTAKA

Syafe’I, Rachmat. Al-Hadits. Bandung: Pustaka Setia, 2000.
Labib. Samudera Pilihan Hadits Shohih Bukhori. Surabaya: Anugerah, 1994.
Fu’ad Abdul Baqi, Muhammad. 2003. Al-Lu’lu’ wal Marjan. Terjemahan oleh
 H. Salim Bahreisy. Surabaya: PT. Bina Ilmu, 2003.


[1] Rachmad Syafe,I , al-hadis (Bandung: pustaka setia 2000.) 151
[2]  Ibiid, 155
[3] Fuad abdul baqi Muhammad, Al-iu’lu’wal marjan,(Surabaya:Pt Bina Ilmu 2003.),45

Tidak ada komentar:

Posting Komentar