Senin, 04 Februari 2013

FILSAFAT AL KINDI (Jembatan Antara Filsafat Dan Agama)


BAB I
SEJARAH SINGKAT AL KINDI

  1. Biografi Al Kindi

Al Kindi adalah filosof pertama dalam dunia filsafat islam. Pemikiran-pemikiran filosofisnya sangat menonjol, hal ini terutama karena dia adalah filosof muslim yang berusaha untuk menyelaraskan agama dan filsafat.[1] Posisi Al Kindi yang meyakini bahwa agama dan filsafrat atau nalar dan wahyu bias diselaraskan kemudian terulang kembali dalam sejarah peradaban manusia beberapa abad kemudian.
Nama lengkap al Kindi adalah Abu Yusuf Ya’qub Al Kindi. Ia berasal dari suku Kindah dari negri yaman. Ayahnya bernama Ashaq bin al-Shabah, yang pada masa pemerintahan Al Mahdi dan Harun al Rasyid pernah menjabat sebagai gubernur Kuffah.[2] Nama Al Kindi berasal dari satu suku arab yang besar sebelum Islam yaitu suku Kindah. Kakeknya Asy’ats bib Qais, dikenal sebagai sahabat nabi SAW. Kota Kuffah sebagai kota kelahirannya juga menjadi kota dimana dia pernah mengais ilmu tata bahasa Arab, kesusastraan, ilmu hitung dan menghafal Al quran. Kota Kuffah yang telah maju pesat perkembangan ilmu pengetahuannya merangsang Al Kindi untuik mempelajari ilmu filsafat.[3]
Tak lama kemudian Ia berpindah ke Kota Baghdad, yang kala itu menjadi ibukota kekholifahan Bani Abbas dan pusat keilmuan. Bakat keilmuan Al Kindi semakin berkembang, karena disitulah Al Kindi mendapat sokongan dari tiga kholifah Bani Abbas, yaitu al Makmun, al Mu’tasyim dan al Watsiq. Bentuk dukungan yang diberikan oleh ketiga kholifah itu pada Al Kindi bias dibuktikan dengan diundangnya al Kindi oleh Kholifah al Makmun untuk mengajar pada Bait al Hikmah dan pengasuh putera Kholifah al Mu’tashim yang bernama Ahmad.[4] 

B. Karya-karya Al Kindi

Beberapa karya Al Kindi antara lain sebagai berikut. :
1.    Fi al-Falasifah al-Ula (Tempat Filsafat pertama) yang mendifinisikannya sebagai pengetahuan Sang Mahatma DAN Maha Esa yang memberi jalan terbentangnya kebenaran.
2.    Al Hadits ‘ala Ta’allum al-Falasifah. (Anjuran untuk belajar filsafat) risalah inji tampaknya banyak terilhami dari rangkaian karangan kuno, seperti Protrepticus  karya Aristotales serta Jamblichus dan Hortensius karya Cicero.[5]
3.    fi al-Radd ‘ala al-Mananiah (Penolakan penganut manichaeisme) dan Masa’il al-Mithidin (tentang pernyataan-pernyataan kaum Atheis) mencerminkan simpatinya yang mendalam kepada Mu’tazillah.
4.    Maqalah fi al-‘Aql (pembahasan tenmtang akal) dalam buku ini al Kindi mengembangkan tema tentang intelek (‘aql). Sejak masa aristotales dan para komentar Yunani. Al-Kindi membedakan empat bagian intelek, pertama, intelek yang selalu dalam aksi. Kedua, intelek yang masih dalam bentuk potensi (intelek potensial). Ketiga, intelek yang telah melewati keadaan potensial menuju keadaan actualnya, dan yang keempat, intelek yang manifest yang berfungsi mengabstraksikan bentuk-bentuk unifersal dari segenap benda meteriil.[6]
5.    Al-Hilal li-Daf al-Ahzan (kiat menghindari kesedihan) dalam risalah ini al-Kindi mendifinisikannya sebagi rasa sakit yang dialami seseorang setelah putus harapan atau gagal meraih apa yang didambakan. Bagi al-Kindi, perenungan sesaat akan menyadarkan seseorang bahwa di dunia yang fana ini tidak ada yang bias mempertahankan kesenangan atau memperoleh semua yang didambakan.[7]
6.    Risalah fi al-Ibanah an al-‘Illat al-Fa’ilat al-Qoribah li al-Kawn wa al-Fasad. (tentang penjelasan mengenai sebab dekat yang aktif terhadap alam dan kerusajkannya)[8]
7.    Risalah al-Hikmiyyah fi Asrar al-Ruhaniyah (kajian-kajian filosofis tentang rahasia-rahasia spiritual)[9]
8.    Kitab fi Ibarah al-Jawani al-Fikriyah (Tentang ungkapan-ungkapan mengenai ide-ide komprehensif)
9.    Risalah fi Ananahu Jawahir la Ajsam (tentang substansi-substansi tanpa badan).[10]
Masih banyak lagi karya-karya al-Kindi dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan, tetapi terdapat perselisihan para ahli, khususnya karya-karya asli yang berbentuk buku. Karya terjemahanya banyak berasal dari buku-buku Yunani yang diterjem,ahkan kedalam bahasa arab.
  

BAB II
JEMBATAN ANTARA FILSAFAT DAN AGAMA

  1. Hubungan Antara Filsafat dan Agama

Al Kindi mengarahkan Filsafat Islam kearah kesesuaian antara agama dan Filsafat, filsafat berdasarkan akal dan agama berdasarkan wahyu. Logika adalah metode filsafat, sedang iman merupakan logika dan hakikat-hakikat jalan agama. Keselarasan antara agama dan filsafat didasarkan pada tiga alasan, yaitu ; (1.) Bahwa ilmu agama merupakan bagian dari filsafat, (2) Antara wahyu dean filsafat terdapat kesesuaian, (3) Menuntut ilmu secara logika diperintah agama.[11]
Dalam risalah, Al Kindi memberikan distingsi yang sangat tegas antara agam dan filsafat. Bertentangan dengan pendapat umum yang menyatakan bahwa ilmu agama adalah bagian dari filsafat, dalam risalah Al Kindi menuliskan sejumlah perbedaan antara agama dan filsafat, yaitu :
1.      Bahwa kedudukan teologi agama lebih tinggi disbanding filsafat.
2.      Ilmu agama merupaka ilmu illahiah sedangkan filsafat ilmu insaniyah.
3.      Jalur agama adalah keimanan sedangkan jalur filsafat adalah akal.[12]
Filsafat merupakan pengetahuan tentang hakikatsegala sesuatu, dan ini mengandung teologi, ilmu tauhid, etika dan seluruh ilmu pengetahuan yang bermanfaat. Al Kindi lebih lanjut mengatakan bahwa filsafat dan agama tidak dapat bertentangan, oleh karena itu, filsafat dan agama sama-sama membawa inovasi kebenaran. Menurut Al Kindi kebenaran yang dicari oleh para filsof tidak berbeda dengan kebenarang yang disampaikan Nabi Muhammad yang berkata benar serta diterimanya dari Allah.[13]

  1. Tentang Keesaan Tuhan
Al Kindi mngemukakan bahwa kebenaran adalah persesuaian antara apa yang ada dalam akal dan apa yang ada di luar akal, bahwa setiap benda mempunyai dua hakikat, yaitu hakikat Ainiyah dan hakikat Kullliyah yang sebenarnya Mahiah atau hakikat yang bersifat universal yang mengambil bentuk Genus dan Species[14]
Menurut Al Kindi Tuhan adalah yang tinggi dan benar serta dapat disifati dengan sebutan-sebutan Negatif, seperti Tuhan bukan Materi, tak berbentuk, tak berjumlah dan tidak berhubungan. Tuhan juga tidak dapat disifatidengan cirri-ciri yang ada di alam. Tuhan tak berjenis, tak terbagi, tak berkejadian, Ia abadi, oleh karena itu, Ia esa dan selainnya adalah terbilang.[15] Menurutnya Tuhan tidak mempunyai hakekat, baik secara Juz’iyah maupun Kulliyah. Dari pemahaman ini ia berkesimpulan bahwa tidak benar bila sifat-sifat Tuhan berdiri sendiri dari dzatNya, Tuhan haruslah mempunyai keesaan metaforis yang hanya berlaku pada obyek-obyek yang dapat ditangkap oleh indra.[16]
Dalil Al Kindi dalam membahas kemaujudan Allah lagi-lagi hamper sama dengan filsof Islam lainnya, yaitu bertumpu pada keyakinan dan hubungan sebab akibat (hokum kausalitas), sesuatu yang maujud pasti ada yang mewujudkannya.. namun harus ada sebab pertama atau sebab sejati, yaitu tiada lain hanyalah Allah.[17] Dengan kata lain Al Kindi mengikuti jalur logika.

  1. Proses Penciptaan Alam

Dalam masalah penciptaan alam, Al Kindi menyanggah teori tentang ke-qodi-man alam, seperti apa yang telah dikemukakan oleh Aristotales. Menurutnya alam diciptakan dari tidak ada menjadi ada, di alam ini juga terdapat berbagai gerakyang menjaikan dan gerak yang merusak.[18]  Al Kindi juga mengemukakan bahwa alam ini terdiri dari dua bagian, yaitu alam dibawah falak dan alam yang merentang tinggi sejak dari falak sampai ujung alam. Alam tidak kekal karena ala mini terdiri dari benda-benda fisik yang terjadi dari materi dan bentuk, serta bergerak dal;am ruang dan waktu.[19] Dengan demikian, maka setiap benda yang terjadi dari materi dan bentuk, yang terbatas oleh ruang dan waktu, adalah terbatas. Meski benda itu wujud dunia, karena benda itu terbatas maka tidak kekal yang kekal hanyalah Allah.

  1. Masalah Ruh dan Jiwa

Menurut Al Kindi ruh dan jiwa berbeda dan terpisah dari badan dan ia mempunyai wujud sendiri, ruh adalah wujud sederhana, dan dzatnya tercampur dari sang pencipta, persis sperti cahaya matahari dengan matahai. Ruh bersifat spiritual, ketuhanan, terpisah dan berbeda dari tubuh.[20]  Ali Kindi juga berpendapat bahwa bahwa ruh mempunyai esensi dan eksistensi yang terpisah dari tubuh dan tidak tergantung satu sama lainnya.[21]
Argument yang dikemukakan AlKindi untuk menjelaskan perlainan ruh dari badan itu ialah perlainan dari badan yang mempunyai hawa nafsu, sifat pemarah dan lain-lain. Sedangkan ruh menentang keinginan hawa nafsu. Selain itu, ruh bersifat kekal dan tidak hancur dengan hancurnya tubuh. Hal ini disebabkan substansi ruh berasal dari substansi Tuhan. [22]


DAFTAR PUSTAKA

  1. Sucipto Heri. “Cahaya Islam (Ilmuwan Muslim Dunia)” Grapindo, Jakarta. Cet. 1 2006
  2. Hasyimsyah Nasution, Filsafat Islam, Gaya Media Pratama, Jakarta, 2001.
  3. Drs. Fkhry Madjid, Sejarah Filsafat Islan, Gramedia, Jakarta. 1998.


[1] Madjid Fakhry, Sejarah Filsafat Islan, Gramedia, Jakarta. 1998.
[2] Ibid,
[3] Hasyimsyah Nasution, Filsafat Islam, Gaya Media Pratama, Jakarta, 2001
[4] Ibid,
[5] Madjid Fakhry, Sejarah Filsafat Islan, Gramedia, Jakarta. 1998.
[6] Ibid hal 88
[7] Ibid, h. 26
[8] Hasyimsyah Nasution, Filsafat Islam, Gaya Media Pratama, Jakarta, 2001, h. 17
[9] Ibid,
[10] Ibid .
[11] Hasyimsyah Nasution, Filsafat Islam, Gaya Media Pratama, Jakarta, 2001, h. 18
[12] Ibid,
[13] Ibid,
[14] Hasyimsyah Nasution, Filsafat Islam, Gaya Media Pratama, Jakarta, 2001,
[15] Ibid.
[16] Sucipto Heri. “Cahaya Islam (Ilmuwan Muslim Dunia)” Grapindo, Jakarta. Cet. 1 2006
[17] Ibid.
[18] Hasyimsyah Nasution, Op.Cit h.27
[19] Hasyimsyah Nasution, Op.Cit.
[20] Op,Cit.
[21] Sucipto Heri. “Cahaya Islam (Ilmuwan Muslim Dunia)” Grapindo, Jakarta. Cet. 1 2006
[22] Ibid,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar